Oleh:
Nadia Rahmatul Ummah
Hari ini hari pertama aku kembali ke sekolah SMA Harapan Bangsa
setelah merasakan rawat inap di rumah sakit, memang aku ini kurang
memperhatikan kesehatan karena aku sibuk di theater sekolah dan OSIS. Lega
rasanya menginjakkan kakiku di gerbang sekolah setelah berdesak-desakan ria di
bis yang penumpangnya kebanyakan para pegawai pabrik dan pedagang yang akan
berangkat ke tempat kerja mereka.
“Selamat pagi, Nayla?“
Aku menghentikan langkahku saat seseorang menyapaku, aku menoleh
padanya, aduh gawat, senyuman mautnya ia berikan padaku, aku membalas
senyumnya, jantungku berdebar dan aku senang ketika dia memberikan senyuman itu
padaku, anugerah bagiku, hehehe….
“Pa… pagi, Alex“
Dengan cepat aku menjawabnya dan meneruskan langkahku menuju kelas,
ada sesuatu yang harus kukerjakan dan sangat penting supaya…hmm, ternyata aku
sudah sampai di depan kelasku, kelas 2 IPA1. Dengan wajah tetunduk
menyembunyikan merahnya pipiku karena malu, aku duduk di bangku kesayanganku,
tempat favorit di kelasku, tak kusadari
teman sebangku memperhatikan diriku yang sedang tertunduk dan yang
membuat dirinya merasa penasaran apa yang sedang aku pikirkan sehingga aku
tersenyum sendiri.
“La, ada apa dengan dirimu?” Pertanyaan Meli mengagetkanku yang
masih mengatur suasana hati yang sedang campur aduk, because I’m falling in love, emang udah dari
dulu aku jatuh cinta kepada Alex, saat aku masih di bangku SMP. Alex is
handsome, many girls like him.
“Are you fine?” Meli semakin penasaran.
“Yes, I’m fine“ jawabku singkat.
“I believe that, you look very happy, sesuatu pasti telah terjadi
padamu” wow, Meli bisa menebak, apa yang terjadi padaku, aku tersenyum padanya.
“Hmm…you’re right, I met him at koridor, he greets to me“ aku
bersemangat menceritakan peristiwa tadi kepada sahabatku, Meli.
“ He usually greets to you, doesn’t he?” Pernyataan Meli
mengagetkanku, aduh kebongkar nich, I’m fall in love again.
Eits, jawaban Meli ternyata tidak meleset, aku nyengir padanya
sembari menganggukan kepala.
Meli hanya tersenyum melihatku, ia menggelengkan kepala.
“Alex, isn’t he?”
“You’re right, I like him, he has the miracles which make me love
him“
Duh, Nayla puitis banget sich loe, mentang-mentang anak theater,
tapi emang bener loh saat jatuh cinta dan patah hati pun seseorang bakalan
puitis, hatinya itu loh, he, he, he. Udah, ngomong mulu ada guru tuh Nay.
“La, dipanggil sama Alex tuh!“ Adnan, teman akrab Alex
menghampiriku seraya membawa tas gendong
hitamnya di atas bangku yang kutempati, aku heran ngapain dia naruh tasnya
disini.
“Hi, what do you? it’s my desk, your desk in there!“
“Duh, cang cing cong mulu, cih, dasar gold children nya Mrs.
Ramona, hurry up I want to sit on this chair, pretty you must sit with your
prince!”
“My prince? who’s he?”
“Udahlah,” Adnan menarikku keluar dari bangku yang ku tempati“
listen to me, your prince is Alex, masa cih you don’t understand“
Aku nyengir denger dia berbicara, es campur, hehehe…. Maklumlah
disini kami dituntut untuk berbicara menggunakan bahasa inggris, walau pun
masih acak-acakan.
“What do you say?”
“You must join with Alex, he is waiting you“
Tampaknya Adnan sudah hilang kesabaran dengan ketelmian aku
hari ini. Biasa, untuk menyembunyikan rasa senang dan kagetku, aku memandang ke
arah Alex, sebuah senyuman maut (he, he, he, emangnye senjata malaikat pencabut
nyawa) menghiasi bibir merahnya membuat manis wajahnya, mata sipitnya seolah
berbicara padaku, come here Nayla, I need you.
“Hi, what do you think, hurry up, girl!“ Adnan membuyarkan lamunanku, aku menoleh pada
Meli menanti pendapat.
“ Yes, that’s right, you must join with him!” Meli membenarkan Adnan tentunya dia setuju aku
sebangku dengan pangeran impianku, he, he he.
“ Thanks “
Aku melangkah ke bangku Alex menenteng tas, suatu hal yang tak
pernah aku bayangkan duduk di samping Alex, It’s my dream. Dengan ragu aku
duduk di sampingnya.
“ Hi, how are you, Nay?” Tanya Alex .
“ I’m fine,“ jawabku pendek
“ Are you happy if you sit with me?” Wow, pertanyaan Alex membuatku
gugup, kenapa sich dia harus bertanya kayak gitu.
“ Hmm…yes, I’m happy ”
Eits, Nayla ngapain sich kamu jawab kaya gitu, setelah itu aku tidak
berani melihat Alex, duh apa yang ada di
pikiran Alex sekarang?, selama pelajaran berlangsung aku tak pernah menoleh ka arah Alex karena aku akan malu dan menyesal
kalau aku ingat jawabanku tadi.
Belakangan ini aku mendapat banyak keberuntungan yang pasti
keberuntungan itu dikirim oleh Tuhan lewat Alex, aku tak pernah menduga kalau
Alex akan memperhatikanku, sepeti waktu itu saat aku sedang berada di rumah
sakit, orang yang sering menengok aku di rumah sakit hanyalah Alex, tak
terkecuali Meli dan juga Adnan. Aku senang Alex memperhatikanku.
“Hi, can you help me, please!”
Alex membuyarkan lamunanku, aku melihat seluruh ruangan kelas,
ternyata sudah istirahat toh. Aku tersenyum memandang Alex.
“I want to go to cafe, can you accompany me to there?”
Apa? Menemani Alex ke kafe, waduh bisa-bisa Harapan Bangsa geger
dengan adanya berita aku jalan bareng Alex, seorang mascot pramuka, kapten
basket di sekolah, dan seorang cool boy bagiku, bayangkan saja aku akan di
musuhin sama cewek-cewek genit di Harapan Bangsa, mereka akan menganggap aku
merebut Alex dari incaran mereka, gawat donk.
“I’m sorry, I’m rather
sick, I want to take a rest in here“
“Oo, had you eat a
medicine?” tanya Alex, ia meraba
keningku, “sorry Nay, I must go to there, I can’t accompany you in here“
“ No problem, I’m fine“
“Wait for me, I will come back“
Aku tertegun sesaat setelah Alex keluar dari kelas,dia
memperhatikanku, o my God Alex, dia telah membuka sedikit hatinya untukku.
Terima kasih Tuhan , doaku selama ini Kau kabulkan.
“Nayla, I’m coming!“ Alex tiba-tiba saja datang dan menyerahkan
sebotol susu padaku.
“This milk for you, I know you must drink it“ Aku tersenyum,
“Thanks“
“Welcome, I’m happy“ jawabnya.
###
“Nayla, how are you? what are you doing now?“
Sebuah pesan di HP-ku membuat aku melonjak kegirangan, Alex sms
aku. Aku yang sedang duduk di beranda rumah sendirian berlari ke tempat
pertapaanku, kamar kesayangan untuk mencurahkan rasa gembiraku ini.
“ I’m fine, sedang santai saja“ Aku cepat
membalas smsnya.
“Your answer is too short”
Aku terkejut “ Maksudnya?”
“Kamu bisa keluar rumah
sekarang gak? bentar za!”
O my God, jangan –jangan dia ada di depan rumahku, mau ngapain? aku
cepat keluar kamar.
Kudapati Alex sudah ada di beranda rumahku, pipiku merah melihat
dirinya sudah duduk di kursi yang tadi kutempati, jangan-jangan Alex di suruh
sama tante Linda. Alex tersenyum.
“I’m sorry, I disturb you, tadi tante Linda yang mempersilakan aku
duduk“
Aku mengambil, tempat duduk di sampingnya, “never mind, Nay lagi
santai, tumben kesini, aku sampai kaget“
“Hehehe… aku Cuma mau ngajak kamu jalan-jalan, mau kan?” permintaan
Alex membuatku kaget
“Can you accompany me?” Alex terus memintaku.
“Ok”
“Nah gitu donk, anak manis“
Ia menggandeng tanganku
menuju pagar rumah dan aku disuruhnya naik di belakang jok motornya. Ingin aku
berkata, aku senang sekali kau ajak jalan hanya berdua.
Bruum … alex menekan gas motornya terlalu kencang, membuatku hampir
terjatuh.
“Hi, pegangan donk Nay, ntar jatuh, lagi“
“Ini juga pegangan koq“
Tiba-tiba Alex menarik tanganku dan melingkarkannya di pinggangnya,
ya tuhan apa yang telah terjadi, ini bukan mimpi kan, aku bisa memeluk pinggang
Alex. Motor yang dikendarai Alex melaju
mulus di atas aspal.
“ Nyampe deh , turun Nay ! “
Kami telah sampai di depan taman bermain, banyak anak-anak kecil
dan orang tua yang bermain di taman itu. Alex menggandeng tanganku, ia mengajakku
duduk di atas bangku kecil di pojok taman, duh, mau ngapain Alex?. Tiba-tiba
seorang anak kecil berlari-lari riang menghampiri kami, kulihat Alex tampak
gembira menyambut mereka.
“Om Alex, sama siapa?”
Tanya seorang anak perempuan berbaju merah seraya melihatku, Alex
tersenyum memandangku, aku membalasnya tak mengerti.
“Vina, kenalan dong sama pacar Om“ ujar Alex pada anak kecil itu,
deg, jantungku berdetak kencang, pacar kata Alex?“ namanya Nayla, tapi Vina
manggilnya tante Nayla saja ya!” ujar Alex lagi yang membuatku bingung.
“Hai,tante Nayla, aku Vina, aku keponakannya Om Alex!” anak kecil itu mengulurkan tangannya,
tersenyum kepadaku, aku menyambut uluran tangannya, dan tersenyum juga padanya.
“Tante Nayla manis, deh, pantes sama Om Alex yang baik,”
“Ya sudah, dipanggil sama mamah, tuh“ Alex meminta Vina pulang
bersama mamahnya yang sedari tadi menunggu Vina.
“Ya udah, bye Om Alex!”
Anak itu berlari-lari menuju tempat mamahnya berdiri. Tinggallah
aku yang masih terbengong-bengong mendengar perkataan Alex.
“Hi, kenapa diam, are you sick?” Tanya Alex
“Gak, gak koq… hmm, anak kecil tadi lucu ya?” Aku sengaja
mengalihkan pembicaraan .
“Nay, ke rumah makan yuk, I’m hungry “ Alex menarikku menuju rumah
makan di seberang taman.
“ Nay, ma’afin aku tadi ya” ujar Alex setelah kami selesai makan.
Aku hanya tersenyum dan tertunduk malu, tiba-tiba Alex meraih
tanganku dan menggengggamnya, jantungku makin berdebar, aku mengangkat wajahku
dan kulihat Alex memandangku, aku balas memandangnya.
“Nay, did you know? I Like you“ Deg, aku kaget mendengarnya, jadi
Alex juga suka sama aku.
“Nayla, aku sayang sama kamu sudah lama banget, semenjak kita duduk
di kelas 3 SMP, aku sadar, Nay, aku gak pantas buat kamu, but I want you know
that I love you“ Alex semakin erat menggenggam tanganku, aku bisa merasakan
getaran hatinya, “Nay, be my love!“
Ya tuhan, aku sangat bahagia saat mendengar Alex.
“Alex, andai kamu tahu aku mengagumimu sejak aku di kelas dua SMP,
I love you too“
Aku berdebar saat aku mengungkapkan semua perasaanku saat itu, lega
rasanya. Alex tersenyum padaku.
Ini hari terindah bagiku,
aku menjadi pacar Alex, aku senang sekali. Langit sore seolah tersenyum padaku
meski dingin menerpa, aku tak meperdulikannya. Motor yang kami tumpangi melaju dengan
kencang, karena ia menarik gas motornya
lebih kencang, jalan yang kami lewati begitu lenggang jarang terlihat kendaraan
yang melewati kami, jalanan terasa nyaman dan motor pun bebas untuk ngebut,
hingga saat itu kami tak sadar, sebuah mobil box melaju kencang dari belokan
yang akan kami lewati, semua terjadi begitu cepat mobil box itu menghantam
motor yang sedang kami tumpangi, motor kami oleng tak bisa ditahan karena
saking kerasnya hantaman mobil box tadi, kulihat sekilas tubuh Alex tertindih
motor, sedangkan aku lemas, tak bisa bangkit untuk menolong Alex, mataku terpejam
perlahan menahan sakit, sayup-sayup kudengar suara seseorang memanggil namaku
sepertinya aku kenal suaranya itu, suara itu terus memanggil namaku, semakin
jelas kudengar.
”Nay, bangun!“
Tubuhku diguncang-guncang oleh seseorang, seketika itu aku
terbangun, kulihat sekelilingku, dinding ruangan yang bercat biru dan terdapat
banyak hiasan di dinding ruangan, aku kenal ruangan ini, ini kamarku, ya, ini
kamarku, aku berada di kamarku, dan aku tak merasakan sakit apapun. Ternyata
tadi itu hanya mimpi, untung saja aku masih hidup. Kulihat senyuman Tante Linda
yang membangunkanku dari tidur dan mimpi yang menyenangkan sekaligus
menakutkan. Ups, aku sampai memimpikan Alex semenjak Alex suka mengajakku
jalan.
###
“Aduh, senengnya hari ini Alex ngajakku jalan”
Aku mendengar pembicaraan Ayu dan kawan-kawannya, aku sedikit terkejut,
bagaimana bisa Alex balik lagi sama Ayu.
“Masa, sich, kan Si Alex lagi deket sama Si Nayla?“
Kini namaku terbawa juga.
“Hahaha… kalian gak tau, Alex ngedeketin Nayla cuma buat aku
cemburu“
Deg, apa semua perkataan
mereka benar, aku tak boleh percaya, aku tau Alex orangnya baik, ya Tuhan
kenapa hati ini perih. Aku kembali ke kelas karena takut ketahuan aku nguping
pembicaraan mereka.
“Kenapa Nay?”
Meli menghampiriku, rupanya dia tahu aku sedang sedih
“Gak, Mel”
“Jangan bohong, Nay, keliatan tuh kamu abis nangis“
###
Hari Selasa, tiga hari setelah libur sekolah.
Alex, si cool boy SMA Harapan Bangsa yang selalu membuat jantungku berdebar
kencang dan kadang membuat pipiku merah telah berdiri di depan pintu gerbang,
mungkin dia menunggu temannya, Adnan, senyuman manisnya kembali terkembang saat
ia melihat Adnan yang berlari-lari kecil dari seberang jalan menuju gerbang
sekolah, dan aku berjalan tergesa di belakang Adnan karena takut terlambat
masuk kelas, ada yang harus kukerjakan di kelas theater latihan untuk
pementasan drama bulan depan, Alex dan Adnan sudah meninggalkan gerbang, aku
sedikit menyesal kenapa Adnan tak jalan bersamaku agar aku bisa berjalan
bersama Alex ke kelas, mimpi malam yang lalu masih terbayang di benakku, aku
tersenyum sendiri membayangkan mimpi yang ku alami, menakutkan memang tapi
menyenangkan juga.
“Hai, Nay!”
Seseorang memanggilku dari belakang, sepertinya aku kenal suaranya,
aku menengok ke belakang,
“Come here!“
Aku terkejut, my best friend, Irsyad. Teman lamaku waktu SD, apa
yang dilakukannya di sini?
Aku menghampirinya,
“Hi Irsyad, how are you?“
Aku mengulurkan tanganku padanya, tapi ia malah menangkupkan kedua
tangannya di dada, ada sesuatu yang berbeda pada diri Irsyad, seperti seorang
ikhwan saja seperti yang selalu dibilang oleh Bundaku, ikhwan itu sebutan bagi
laki-laki muslim yang benar-benar mendalami dan mengamalkan ajaran Islam, dan
ikhwan itu pasti mengerti tentang pergaulan yang benar antara laki-laki dan
perempuan yang bukan mahramnya, aku tahu semua itu dari Bunda.
“Alhamdulillah, I’m fine, and you?” Irsyad tersenyum ramah,
“Fine too, emm, what are you doing in here?”
“I will study in here and my father works in here, he employe as a
secretary in this school“
Jelas Irsyad. Ia tak seperti teman laki-laki yang lain matanya tak
pernah memandang jahil ke arah cewek- cewek SMA Harapan Bangsa yang kinclong-kinclong.
“Jangan –jangan nanti kamu sekelas denganku , Syad”
“Mudah-mudahan“
Ia selalu tersenyum.
“Aku ke kantor headmaster dulu ya“ ujarnya tiba-tiba, aku
mengangguk menyetujuinya.
Aku berjalan kembali
melewati lapangan basket, beberapa orang murid sedang bermain bola basket di
SMA Harapan Bangsa, disana juga ada Alex, ia terus mendrible bola berwarna
merah bata itu, dengan sigap ia mengoper
bola ke kawan mainnya, tapi.... Dug, bola itu mengenai kepalaku, mataku
perlahan terpejam, masih bisa kudengar suara ramai teman-teman Alex yang
menghampiriku.
Mataku perlahan terbuka, yang tampak hanya langit-langit ruangan
berwarna putih bersih, aku mencoba bangkit dari tidurku, kepalaku masih terasa
sakit, seseorang membantuku, dan ternyata orang itu adalah Alex, ia
menyodorkan segelas air minum.
“Nay, masih sakit gak?”
Aku menggeleng lemah, karena aku masih merasa pusing.
“Nay, I’m sorry, aku tak sengaja“
“Aku sudah ma’afin kamu, koq, Lex“
“Are you sure?”
“Yes, certainly“
“Thank you very much“
Alex tersenyum lega,
“Nay, keningmu kotor tuh“ Alex menyodorkan sebuah saputangan
padaku, “bersihin, nich“
“Thanks“ aku menerimanya senang, ia tersenyum memandangku.
“Kamu gak ikut belajar di kelas, Lex?”
“I want to accompany you “
Pipiku bersemu merah, terimakasih Alex.
“Nay, kenapa pipimu merah?”
Hah, aku terkejut ternyata dia memperhatikanku dari tadi, pipiku
semakin merah.
“Tuch, kan, hahaha… jangan-jangan kamu suka sama aku?”
Deg , kenapa Alex bilang gitu?
“Ngaku, deh, Nay!” kini senyumnya berubah jadi tawa.
“Apa, sich? “ aku mencubit lengannya.
“Aww, aduh, Nay, tega banget kamu”
Alex mengusap bekas cubitanku tadi, “kamu udah gak sayang lagi sama aku,
ya, Nay?”
Ya ampun, aneh banget kamu ini. Jujur, aku suka sama kamu Alex.
Aku melotot padanya.
“Aduh, Nay, pandanganmu kejam banget …”
Aku memukul tangannya, ia hanya tersenyum.
“Ya udah, just kidding, sayang“
Alex membelai rambutku, aku kaget,
jantungku berdebar kencang.
“Nay, aku tuh sayang sama kamu“ deg, aku semakin kaget, kini ia
menggenggam tanganku, “aku tahu, kamu juga sayang sama aku, aku tahu dari
setiap tatapanmu padaku, dari setiap senyumanmu, setiap gerak –gerikmu, aku
tahu semuanya, Nay“
Aku terpaku memandangnya, aku tak bisa berkata apa-apa. Terus
bagaimana dengan Ayu?.
“Nay, kamu mau kan jadi cewekku?”
Ya tuhan, dia menyatakan cintanya padaku, aku meneteskan air mata
bahagia, setelah sekian lama aku menantikannya kini terwujud.
“Be my love!“
“Aduh, Nay, jangan nangis donk, kamu tak suka, ya?”
Aku menggelengkan kepala.
“Gak, Lex, aku seneng banget …tapi, kamu kan udah balikan sama Ayu,”
“Ayu tuch suka bohong Nay, aku dan Ayu gak ada hubungan apa-apa lagi”
Ternyata itu berita bohong, aku sedikit lega,
“You must believe me!”
Alex memohon padaku, aku harus bilang apa?,
“Nay, kamu mau kan jadi
cewekku?” ia mengulang permintaannya.
O my God, bagaimana aku harus menjawabnya?, aku harus turut sama Bunda,
aku gak boleh pacaran, tapi Tuhan, aku menyukainya, aku menyukai Alex, please
help me, God!
“Ma’afin aku Alex, aku gak bisa, karena aku masih ingat semua
cerita Ayu ,“ Aduh Nay, kenapa sich kamu tolak dia, dia itu kan pangeran
impianmu.
Alex tertunduk, ia melepaskan genggaman tangannya.
“Aku tahu Nay, pasti kamu sakit dengernya, tapi asal kamu tahu Nay,
aku sayang banget sama kamu, dan aku tahu kamu juga sayang sama aku, aku tahu
semuanya, Nay!”
“ Aku gak akan maksa kamu, suatu saat kamu pasti akan terima aku,
Nay “
“Ya udah, kamu istirahat saja di sini, you look tired, aku ke kelas
dulu “
“Be careful!“
Aku menatap kepergian Alex, ma’afkan aku Alex.
Beberapa menit setelah Alex pergi, aku dikagetkan oleh kedatangan
Irsyad dan Meli.
“Hi, are you fine?” Tanya Meli tersenyum cemas.
“Thanks, I feel good now“
“Ehm, by the way what’s wrong with your prince?” Meli mengalihkan pembicaraan.
“Prince? Have you to be princess? and who’s your prince?” Irsyad
tampak heran dengan sebutan pangeran tadi.
“O, kamu tidak tahu? Dia Alex, cinta pertamanya Nayla“
“Hmm… “
Irsyad hanya bergumam. Meli
tersenyum padaku sedangkan aku masih lemas dan tak mau lagi mendengar kata
Alex.
###
Harapan Bangsa geger pagi ini, seperti yang ku perkirakan sebelumnya,
semua mata tertuju padaku, ada pandangan sinis, meledek, kagum, macam –macam
dech, ternyata tim journalist sekolah membuat berita terbaru yang bikin heboh
masyarakat harapan bangsa tentang aku dan si cool boy.
“Assalamualaikum, Nayla!“
Irsyad telah berada di sampingku bersama Meli, ups, dan ada sesuatu
yang mengejutkan bagiku, Meli memakai kerudung, seragamnya yang dulu pendek
banget kini menutupi seluruh bagian tubuhnya rapi.
“Wa’alaikumsalam”
Aku masih terpaku dengan pemandangan yang kulihat ini.
“Mel, kamu…”
Meli menganggukan kepalanya,
“Yes, I’m“
Aku melihat senyuman Meli yang tampak berbeda dari biasanya.
“That news…emm, kamu beneran jadian sama Alex?” Tanya Meli kemudian,
“That’s right!“
Tiba-tiba saja aku dikejutkan oleh Alex yang baru saja datang.
Meli dan Irsyad tampak terkejut mendengar jawabannya, tapi mereka
tetap tersenyum ramah.
“Nay, I hope you…, it’s…” Meli tak meneruskan kalimatnya,
“O, yes, I must do my homework“
Irsyad kemudian meninggalkan
pertemuan yang tak sengaja ini, disusul oleh Meli yang kemudian pamit juga
karena ia harus mengerjakan piket di kelas, tinggallah aku yang tiba-tiba
merasa tak enak dengan sikap kedua orang teman akrabku. Ya Tuhan, apa salahku?
my God, please help me! gara-gara Alex mungkin.
“ Good morning, my love!“
Tanpa wajah berdosa Alex mengembangkan senyuman mautnya seperti
dulu. Alex, orang yang kuinginkan selama ini telah menyatakan cintanya tanpa
harus aku yang menyatakannya terlebih dahulu.
“Good morning!“
Alex meraih tanganku, aku salah tingkah dibuatnya,
“Hi, what’s the matter? are you fine?”
“I’m fine“ jawabku pendek tanpa senyum,
“You must forget the news about us, “ ujarnya, “anggap saja itu
angin lalu“
“ Let’s go to the class room!“
Pikiranku masih tertuju pada sikap Irsyad dan Meli, “Tapi kamu udah bohongin Irsyad dan Meli, Lex!”
“Emang kenapa? Kamu takut?“
Alex membalikan badannya, menatapku. Ya ampun, aku tak mampu
membalas tatapan matanya.
“Nay, aku pengen orang lain tahu kalo aku sama kamu saling
mencintai, kamu pasti mengakuinya dalam hati, aku yakin. Tapi kamu malah
menolak aku“ Alex meraih bahuku.
Aku semakin menunduk. Kamu benar Alex, tapi kamu belum mengerti jika aku pacaran apa kata Irsyad dan Meli, aku tak mau kehilangan
mereka.
“ Ya sudahlah, kita masuk kelas!” Alex menggandeng tanganku.
Aku dan Alex memasuki ruangan kelas, beberapa pasang mata mengawasi
kami.
“Hi, congratulation!“
Tiba-tiba saja Anggi, sang ketua genk biang gossip menghampiri kami
yang sudah duduk di bangku kemudian menjabat tangan kami, aku tersenyum melihat
tingkahnya.
“Selamat, ya, moga langgeng” ujarnya.
“Woi, Anggi, you must sit, sebentar lagi ada guru, kalau guru lihat
kamu nangkring terus di sana kamu bakalan dipanggang di lapang, tuh!” Seru
Adnan dari bangku belakang
“Biasa aja, donk“ Anggi melotot ke arah Adnan yang dibalas dengan
kepalan tangan Adnan, Anggi kemudian berlalu dan duduk di bangkunya.
Selang beberapa menit kemudian kelas hening karena guru telah masuk
dan memberikan pelajaran. Ya ampun, kenapa semuanya harus percaya sama berita
sekolah, itu bohong teman-teman. Aku harus jelasin ini sama Meli dan Irsyad.
###
Seminggu kemudian, setelah aku jalani hari-hari yang berbeda dari
biasanya setelah ada Alex di kehidupanku, tapi Meli dan Irsyad semakin jauh
dariku, aku kehilangan mereka. Meli belum bisa menerima pernyataanku dan Alex.
“Aku sedih banget, Lex“ aku membuka pembicaraanku di halaman
perpustakaan Kota dengan Alex.
“Kenapa?” Alex menyerahkan sekaleng fanta padaku, “Meli dan Irsyad?”
“Ya, kenapa mereka gak mau menerima penjelasan kita?“
“Ma’afin aku“ Alex tiba-tiba saja berkata begitu.
“Ma’af untuk apa?“
“Aku terlalu dekat denganmu ketika mereka ada di dekat kita“
Tut . . . handphone Alex berdering. Alex membuka pesan singkat yang
ia terima.
“Oia, hari ini aku ada perlu dengan keluargaku. Aku harus segera
pulang. Hmm, nanti malam aku jemput kamu,“
Alex berpamitan,
“Untuk apa?” tanyaku heran,
“Nanti juga tahu sendiri“ Alex bangkit dari duduknya, “Ma’afin aku,
gak bisa antar kamu pulang” Alex menghidupkan mesin motornya.
“Hati-hati!” Alex berpesan padaku.
Aku kembali masuk ke perpustakaan, mencari bahan laporan yang aku
butuhkan.
###
Menunggu memang sangat membosankan, tapi demi Alex aku rela
menunggu selama 1 jam di depan rumah. Malam ini Alex akan menjemputku, entah
mau nagapain dia.
“Hai, Nay!“ Alex datang seraya memarkir sepeda motornya, “ma’af,
lama“
“Never mind!” Aku tersenyum.
“Yuk!“ Alex menarik lenganku.
“Kemana?”
Alex tak menjawab. Ia hanya menyuruhku naik sepeda motornya.
“Lex, kita mau kemana?” aku
bertanya pada Alex dengan suara agak keras supaya terdengar karena di jalanan
memang bising.
Alex hanya diam dann menjalankan motornya di jalanan kota.
Alex memberhentikan motornya saat sudah sampai di depan Taman Kota.
Suasana Taman Kota malam hari memang agak ramai. Aku masih bingung, heran. Alex
mengajakku duduk sambil menikmati jagung
bakar yang kami beli di sekitar taman.
“Sudah berapa lama kita saling mengenal?“ Alex melontarkan
pertanyaan,
“Kira-kira 5 tahunan“aku mejawabnya,
“Lama juga, banyak banget kenangannya. Saat kita MOS SMP, saat kau
tertimpa bola basketku di SMA, saat di UKS“ ia menatap langit.
“Sebenarnya ada apa, Lex?“ aku semakin heran, “tiba-tiba saja kamu
mengajakku kesini dan bernostalgia“
“Aku sayang banget sama kamu, Nay. Aku gak mau berpisah sama kamu”
Alex meraih tanganku.
“Aku juga. Kita akan tetap bersama. Memangnya kita beda Kota?” aku
menimpali,
“Nay, besok pagi aku harus pergi ke Amerika!”
Aku kaget, secepat itukah aku harus ditinggal seorang teman?,
“Kenapa harus pergi? berapa lama? aku tak ada teman disini,Lex” aku
meneteskan air mata.
“Ma’afin aku. Aku harus ikut ayah. Mungkin sampai aku tamat kuliah
disana”
“Lama?”
Alex menghapus air mata yang merembes di pipik,u “ Kamu gak boleh
nangis. Aku gak mau lihat kamu nangis. Aku akan kembali untuk kamu“ Alex
menenangkanku, aku menangis sejadi-jadinya,
“Aku gak mau kehilangan kamu, Alex. Aku sayang sama kamu. Aku gak
mau kamu pergi“
“Nayla, aku tahu. Aku harus bagaimana ? aku tak bisa menolak
permintaan ayah. Nay, believe me!”
kurasa Alex menjatuhkan air matanya
juga.
###
“Hmm, it’s time for us, we must do it!“ ujar Irsyad setelah kami
shalat di mesjid dekat kampus kami.
“Yes, that’s right, and we must be the best!“ Meli menyetujui
perkataan Irsyad.
“I agree with you, but… I’m hungry, may I take a rest for lunch?”
Aku meminta waktu istirahat untuk makan siang setelah seharian
merumuskan kegiatan kampus yang akan kami selenggarakan.
“I’m hungry too“
Meli dan Irsyad juga merasakan lapar, kemudian kami pun pergi ke
rumah makan di samping kampus.
Seteguk teh botol yang membasahi tenggorokanku ternyata mampu
mengusir dahaga dan lelah yang kurasakan sejak tadi menyiksaku setelah
mengerjakan perencanaan kegiatan kampus, maklum aku aktif di BEM dengan kedua
orang sahabat terbaikku ini.
“Alhamdulillah,
seger banget, nich!”
Meli berkomentar setelah seteguk teh botol yang dipesannya
membasahi tenggorokannya.
“Jika begini, aku ingat ketika kita masih SMA dulu“ Irsyad memutar kembali ingatanku ke masa lalu,
sekarang Alex dimana ya? Aduh, kenapa sich I still remember you. I can’t forget
you!.
“Btw, sekarang Alex dimana, ya?” Irsyad seolah membaca pikiranku,
sekilas ia bisa membaca apa yang tersirat dalam otakku. Ia membetulkan letak
kacamatanya yang agak merosot. Setelah satu tahun yang lalu ia divonis
(emangnya tawanan?) matanya bermasalah, ia langsung memakai kacamata. Mahasiswa
yang satu ini memang hobi banget
gonta-ganti kacamata minus satunya.
“Mungkin, dia betah di Amerika“ Aku berkomentar datar untuk
menyembunyikan rasaku yang memang aneh ini. Aku rindu suaranya, senyuman ma… ups!
Astaghfirulloh! Gak boleh, Nay! kamu sebentar lagi akan mendapatkan ucapan
lamaran dari seseorang, katanya dia itu ikhwan. Dia lebih baik dari Alex.
“Oia, agenda rapat besok apa?“ Aku mengalihkan pembicaraan.
Irsyad dan Meli saling berpandangan, heran.
“Jangan sembunyiin perasaan kamu, Nay,“ Meli menimpali, “kamu
sendiri yang bikin schedule rapat kita”
Irsyad menggelengkan kepala, tersenyum geli.
###
Kami sekeluarga menunggu kedatangan tamu istimewa di ruang keluarga
dengan berbincang, sedangkan aku sibuk dengan perasaan yang tak menentu, apa
ikhwan itu benar-benar bersedia jadi pendampingku jika aku ingat kisah masa
lalu yang masih jahil, kisahku dengan Alex yang sekarang aku tak tahu kabarnya
gimana dan kapan dia akan ke Indonesia, yang tersisa darinya hanya sebuah
kenangan yang sangat kusesali, saputangan milik Alex masih kusimpan di dalam
lemari juga foto-foto kami sewaktu masih sekolah di SMA Harapan Bangsa. Kini
aku bingung, apa aku harus menerima lamaran ikhwan itu, tapi bagaimana kalau
dia tahu aku masih memikirkan Alex, masa laluku.
“Assalamu’alaikum!“
Kami dikejutkan dengan kedatangan tamu, mungkin itu tamu istimewa
yang kami tunggu, Bunda dan yang lainnya menyambut tamu di ruang depan, dan aku
diminta untuk menunggu terlebih dahulu di temani oleh Tante Linda. Perasaanku
masih tak karuan. Beberapa menit kemudian aku disuruh menemui tamu bersama Tante
Linda, suara mereka semakin jelas kudengar ketika aku berjalan menuju ruang
depan, sepertinya ada yang kukenal dari suara mereka.
“Nah, ini anak kami, pak,“ ujar Bunda, “ayo, sini, Nayla“
Aku masih menunduk, lalu duduk, aku menganggat wajahku ingin
melihat orang yang harus kusambut, what? Dia...
“Duh, cang cing cong mulu, cih, dasar gold children nya
Mrs. Ramona, hurry up I want to sit on this chair, pretty, you must sit with
your prince”
Perkataan itu kembali terngiang di telingaku, Masya Allah! Dia
Adnan, sahabat kentalnya Alex. Dia memang satu kampus denganku, aku tahu dia
aktif di dewan kerja mesjid kampus. Aku sering dengar ceramah dia sewaktu
sahalat dhuha tiba. Ini sungguh mengejutkan!
###
“Assalamu’alaikum, ukhti Nayla yang Sholehah. Kaifa haluk?”
Sebuah pesan singkat masuk ke dalam inbox handphoneku. Aku tak
mengenal nomernya. Siapa?
“Wa’alaikumsalam, Alhamdulillah ana bilkhoir”
Aku menjawabnya dengan singkat. Pesan terkirim.
“Syukurlah. Kapan kedua orang tuamu bisa aku temui bersama keluarga?
ada hal penting yang ingin aku sampaikan”
Pesanku dibalas. Heran, siapa sebenarnya? Adnan mana mungkin, aku
belum menerima lamarannya karena aku masih ragu.
“Insya Allah. Senin pagi kami sekeluarga ada di rumah. Nanti aku
sampaikan. Tapi, aku belum tahu siapa kamu”
Rasa heran dan
penasaran membuatku kembali mengirim pesan.
“Aku ingin meniti rumah tangga yang islami bersama wanita pilihanku
yang Insya Allah shalehah. Dan aku ingin membawanya ke syurga abadi.Maukah kamu
menikah denganku?”
Ya Allah, sms ini membuat hatiku tak tentu rasa. Siapakah dia? aku
meletakkan handphoneku di atas meja rias.
“Alex yang jago basket”
Sebuah pesan kembali masuk ke handphoneku. Aku terbelalak. Aku tak
percaya dengan apa yang kubaca.
Sebuah senyuman yang dulu pernah ditujukan padaku kini muncul
kembali.
Saputangan, foto-foto SMA, bola basket yang mengirimku ke ruang
UKS, Amerika… semua itu makin terbayang olehku. Cool Boy, kau datang lagi, apa
kau menjemputku untuk mengarungi samudera
kehidupan? Inikah janjinya kembali untukku?[]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar