Sabtu, Maret 07, 2015

PELANGI


Flash Fiction for #SatuKataIOC

Theme : Life
Oleh : Nadia Rahmatul Ummah

“Hujan!”
Teriakan seorang laki-laki mengagetkan seorang perempuan yang sedang serius memandangi langit dari jendela kamarnya.
Kamarnya yang hanya dipenuhi satu ranjang dan sebuah lemari plastik itu sepi, tak ada hiasan apapun, teramat sepi.
“Kania!” teriakan itu lagi, kali ini perempuan itu merasa terpanggil, “Kania, jemurannya nanti basah, angkatin sana!”
Perempuan bernama Kania itu beranjak malas dari duduknya, dengan wajahnya yang tampak berat meninggalkan jendela tempatnya memandangi langit.
“Kerja tuh yang cekatan dong!”
Kania tak menimpali perkataan laki-laki yang sedang ucang-ucang kaki di ruang keluarga, bibirnya yang menghitam menandakan ia seorang perokok berat, wajahnya tak lagi mencerminkan usianya yang masih muda.
Perempuan yang sangat suka memandangi langit itu melangkahkan kakinya ke belakang rumah tempat ia menjemur pakaian, tak ada sedikit pun rasa kesal juga senang saat laki-laki itu menyuruhnya mengerjakan sesuatu.
# # #
Pelangi-pelangi alangkah indahmu . . .
Lantunan syair lagu pelangi yang sering dinyanyikan olehnya sewaktu kecil benar-benar abadi sampai sekarang, gadis kecil berkuncir dua itu kini telah tumbuh menjadi perempuan dewasa.
Ya, dia Kania. Dengan polosnya ia pernah berteriak di depan kelas dan membuat semua temannya tertawa terbahak, geli.
“Aku ingin menjadi pelangi!”
Sekarang pun masih ingin menjadi pelangi, katanya pelangi itu memberi keindahan pada langit selepas gerimis. Tak sedikit orang-orang ingin melihat pelangi, maka ia pun ingin menjadi pelangi agar didamba, dinanti dan dipuja.
# # #
“Perempuan gila!”
“Perempuan aneh!”
“Perempuan pembual!”
Cerca-cerca itu memenuhi sudut langit tempatnya berdiri mematung, ia masih menunggu pelangi muncul, tak kenal hari dan musim, ia terus saja menatap langit dan bergumam.
“Duhai Tuhan, akankah aku menjadi pelangi seperti perempuan-perempuan lain?” Kania bergumam.
“Kamu akan menjelma menjadi pelangi, Kania!”
Suara menggema memenuhi ruang pendengarannya, walaupun menakutkan kalimat itu membawa kegembiraan bagi Kania. Dalam hatinya ia bersorak girang.
“Kania!”
Kali ini suara yang sangat ia kenal, teriakan suaminya, tampak laki-laki dengan sebatang rokok terselip di bibirnya datang tergopoh menghampiri.
“Ayo pulang!”
“Aku masih ingin menikmati langit, Mas, sebentar lagi aku akan menjadi pelangi, makanya aku harus menunggu Tuhan di sini”
Kania menimpali permintaan suaminya dengan wajah tidak terbebani, ia masih percaya dengan kata-kata almarhum ayahnya bahwa seorang perempuan yang hanya bisa mendidik anak-anaknya sekaligus bekerja membantu suaminya seperti jelmaan pelangi, makanya Kania ingin menjadi pelangi.
“Ayo, pulang!”
Kini suaminya menarik keras lengannya, memaksanya pulang, kembali ke rumah mereka. Dengan tanpa terbebani Kania menuruti kata suaminya.
Kania dan suaminya melangkah diikuti tatapan-tatapan aneh dari para tetangga yang kebetulan dan sengaja sedang di luar rumah menyaksikan adegan yang tiap hari mereka temui di sana.
# # #
Pelangi-pelangi ....
Lagi-lagi Kania melantunkan syair favoritnya, kini ia sedang menatap jendela yang dilengkapi oleh jeruji-jeruji besi, dari kejauhan suaminya menatap iba padanya, ada sesal dan sedih dalam lubuk hatinya, ia telah  memasukan istrinya ke tempat dimana berkeliaran orang-orang seperti istrinya, ada banyak perempuan dan laki-laki yang berseragam putih, para perawat.
Ya, suami Kania berharap Kania sembuh dari penyakit gilanya karena ditinggal sang Ayah, kehilangan anaknya dan juga kehilangan pekerjaannya. []

Tidak ada komentar:

Posting Komentar