Selasa, Februari 02, 2016

KEMATIAN DHEAN


Oleh : Nadia Rahmatul Ummah
            “Dhean sudah mati!”
            Laki-laki itu terbelalak kaget, seolah tak percaya dengan apa yang ia dengar dari mulut perempuan itu.
            “Kamu jangan bercanda!”
Tubuh lelaki itu bergetar, untung saja badannya kekar, badan seorang karateka, tangannya mencoba meraih tangan perempuan itu.
“Sudah kubilang, Dhean sudah tak ada”, si perempuan dengan lembut menghindari tangan si lelaki, ingin sekali perempuan itu membentak si lelaki, namun ditahannya. Pikirannya campur aduk begitu saja karena lelaki itu, dadanya bergemuruh menahan perasaan yang bercampur aduk juga.
Angin berhembus menerpa jilbab panjang si perempuan juga mengacau rambut gondrong si lelaki. Mereka berdua berdiri di samping jalan raya, berpapasan begitu saja tanpa rencana, setelah satu semester berlalu tanpa pernah bertemu.
Tatapan lelaki itu mengabur, ia ingin menangis namun malu menggelayut dalam dirinya. Si perempuan tertunduk, hidungnya berubah sedikit memerah, ia juga ingin menangis namun ia harus tegar.
“Kemana saja dalam satu semester ini? Kau ada di mana?”
Lirih si perempuan sambil memperhatikan lalu lalang pejalan kaki yang menyebrang saat lampu lalu lintas menunjukkan merah. Langkah-langkah kaki mereka cepat seperti hendak berburu sesuatu, pagi hari memang selalu begitu.
“Bagaimana Dhean bisa meninggal?” lelaki itu menahan nafas, menahan emosi yang bergemuruh dalam dadanya, ia ingin meminta maaf karena telah meninggalkan Dhean.
# # #
Dhean memiliki kebiasaan mencari iklan dari produk-produk kecantikan setelah seorang temannya yang juga perempuan meledek dirinya yang berwajah hitam dan kadang berminyak, rambutnya yang tak begitu indah tentu saja menjadi nilai minus bagi wajahnya yang tak terawat.

            Mulanya ia memakai produk pemutih wajah yang terbilang mahal dan menjanjikan, wajahnya berubah putih dua tingkat dari warna wajahnya yang dulu setelah beberapa bulan pemakaian.
            “Akhir-akhir ini aku rasa kamu berbeda”
            Lelaki itu menatap Dhean dari ujung kepala sampai ujung kaki, ia tersenyum penuh arti. Rambut gondrongnya tampak diikat dengan rapi, segelas minuman anggur bertengger di tangannya.
            “Berbeda gimana?” Dhean mengeraskan volume suaranya supaya terdengar oleh si lelaki, suasana café malam itu memang hingar bingar dengan suara musik.
            “Kamu cantik!”
 # # #
“Aaarghh!” Dhean menjerit ketakutan bagaikan melihat sesuatu yang mengerikan di depan matanya.
Bau alkohol dari mulutnya masih tercium bekas tadi malam, hampir saja ia ambruk karena terlalu banyak minum.
            Tampak pantulan cermin di meja rias menampilkan seraut wajah putih memucat dengan bintik-bintik merah menyembul dari balik selimut. Kulit lembut di sekitar matanya telah berubah mengelupas, kalau saja tersiram air pasti akan terasa perih bukan main.
            Dengan tergesa perempuan berambut warna coklat karena pulasan cat rambut itu  berlari ke kamar mandi dan memutar kran washtafel, dengan sigap ia membuka tube krim pembersih wajah, ia sudah terbiasa memakai itu setelah bangun tidur dan hendak pergi tidur.
            Lelah dan frustasi tampak di wajahnya, serentetan peristiwa dalam hidupnya membuat Dhean merasa harus menghilangkan keresahannya dengan lebih banyak meminum anggur. Kia, lelaki itu meninggalkan Dhean setelah hampir tujuh bulan berpacaran, bukan hanya itu, wajahnya bukan semakin cantik dengan berbagai produk kecantikan malah meninggalkan wajah yang menyeramkan.
“Aww, perihnya” ia meringis, dengan cepat ia menghalau busa-busa pembersih wajah dengan air. Masih dengan wajah meringis ia mengelap wajahnya perlahan dengan handuk.
            Kamar mandinya tak luput dihuni oleh puluhan botol produk kecantikan, ini sudah kesekian kalinya ia ganti produk sabun wajah, mulai dari pencerah, efek perona wajah sampai penghilang jerawat. Jika kalian tengok ke dalam tempat sampah di rumahnya, akan kau temukan botol-botol bekas produk kecantikan.
# # #
            “Bagaimana kau bisa bilang kalau Dhean mati? Aku tahu kamu itu Dhean! Dan aku harus kembali pada Dhean!” lelaki itu sudah tak sabar ingin meluapkan emosinya.
“Aku bukan Dhean-mu lagi, Kia!” ia menatap wajah lelaki itu sekilas, semburat kecewa tergambar dari garis wajah si lelaki yang dipanggil Kia.
“Bagaimana bisa?”
“Aku sudah tak mau lagi menjadi Dhean yang suka bermake-up tebal, Dhean yang mengumbar kecantikan, Dhean yang suka minum, Dhean yang pacaran dengan Kia, aku sudah tak mau lagi seperti itu dan aku sudah terbiasa tanpamu, Kia”
            Dhean dan kehidupannya terselematkan oleh pelukan seorang teman yang menuntunnya ke jalan yang semestinya, teman yang selalu menenangkan Dhean, teman yang mengenalkan Dhean pada jilbab dan Tuhan, hingga sekarang ia mampu pulih kembali.
“Dhean, maafkan aku…” Kia tersentak, ia juga sempat terpikir untuk berubah dan berhijrah, berhijrah dari gaya hidupnya yang penuh kesenangan duniawi.[].
*pernah diikutsetakan dalam lomba cerpen hijrah STEI SEBI tahun 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar