sumber gambar: google, anime |
Oleh:
Nadia Rahmatul Ummah
“Whaa, unyu-unyu juga”
Della
menjerit dengan tatapan gemas ke arah seorang laki-laki berseragam putih abu
yang duduk di bangku guru dengan laptop
yang terbuka, ia sedang memperhatikan murid lain yang tengah presentasi di
depan kelas. Untungnya jeritan Della tak terdengar oleh penghuni ruangan,
apalagi si gadis yang suka banget sama permen lollipop ini menjerit dalam hati.
“Hai,
kenalin, nama gue Della”
Seraya
mengambil tempat duduk dan tersenyum kepada sosok berjilbab yang dikagetkan
oleh kedatangan Della, seolah seperti melihat mahluk aneh dari planet yang
belum terdeteksi oleh manusia.
“Namaku
Arleta”
Si
gadis berjilbab membalas senyum Della yang dengan pede-nya memakai rangkaian
produk make-up ke sekolah, terlihat dari polesan bedak dan bibirnya yang merah
serta pipinya yang merona. Bila diperhatikan satu persatu setiap murid yang
hadir di kelas sepuluh SMA ini tak ada satu pun yang memakai make-up dan bergaya
chibi-chibi seperti Della, setelan seragam putih abu yang dilengkapi dengan cardigan pink dan sepatu pink pula
tampak meyakinkan bahwa Della seorang gadis yang centil.
“Maklum
siswa pindahan”
“Ish,
menor banget, sich”
“Lhaa,
sepatunya kok pink? Kan sekolah kita peraturannya sepatu item”
Bisik-bisik
tetangga mulai menggema, tapi Della tak peduli dengan semua itu, wong Della lagi memperhatikan wajah
laki-laki yang dianggapnya unyu-unyu itu, kalau sudah begitu Della tak akan
pernah peduli dengan lingkungan di sekitarnya.
“Della”
Si
gadis berjilbab yang duduk di sebelahnya mencoba memulai pembicaraan.
“Ah,
iya?”
Della
sedikit kaget karena gadis itu bukan hanya memanggilnya tapi menepuk tangannya,
ia menoleh ke arah gadis yang tengah tersenyum itu.
“Kamu
pindahan dari mana?”
“Dari
Bandung”
“Kenapa
pindah?”
“Hmm…”
Della berpikir sejenak “Gak betah”
“Oh”
Arleta tersenyum “Mudah-mudahan disini kamu bisa betah”
“Semoga
saja”
Arleta
dan Della tertawa ringan, ada sedikit suasana kehangatan yang mulai menjalar di
antara mereka.
“Kapan-kapan
nanti kamu main ke rumahku, ya?! Disana ibuku buka salon khusus muslimah”
Arleta
mulai bercerita.
“Benarkah?”
mata Della berbinar, bisa ditebak satu kata yang membuat matanya bisa berbinar,
salon.
Arleta mengangguk mantap.
“Wah, boleh tuh, gimana kalau
besok?”
“Oke, Della”
Arleta mengacungkan jempolnya.
“Oh,ya,
cowok yang di depan itu siapa namanya?”
Della
menunjuk ke arah laki-laki yang sedari tadi ia perhatikan.
Arleta
tersenyum “Oh, namanya Fairuz”
“Namanya
indah banget …”
Della
bergumam.
“Eh,
iya. Kamu belum memperkenalkan diri ke teman-teman di kelas, maaf ya, guru kami
sedang sakit, kalau ada guru biasanya beliau yang memperkenalkan siswa baru di
kelas”
Ujar
Arleta.
“Oh,
gitu, gak apa-apa, kok!”
Della
tersenyum, tapi matanya menatap lekat pada laki-laki yang bernama Fairuz.
“Abis
presentasi di depan, kamu harus kenalin diri kamu di depan, ya?! Nanti aku
bilang ke Fairuz”
“Hah?
Fairuz?”
Kali
ini Della menoleh ke arah Arleta.
“Iya,
dia ketua kelas”
“Whaa,
kereen!”
Della
berseru dan Arleta hanya geleng-geleng kepala.
#
# #
Arleta menggenggam secarik kertas
merah muda yang membuatnya bergidik dan menghilangkan senyum manisnya pagi itu,
sekuntum mawar merah bertengger di dalam tasnya yang terbuka, dan ini yang
ketiga kalinya, dari orang yang sama.
“Ciee, Arleta dapat bunga”
Della mengagetkan Arleta dari
belakang.
“Bukan apa-apa, Dell, Cuma bunga
doang”
“Masa sich?”
Tatapan
Della menggoda dan menginterogasi, Arleta, gadis berjilbab itu salah tingkah
dibuatnya.
“Itu
ada ucapannya”
Della
menunjuk kertas yang sempat diremas-remas oleh Arleta.
“Coba
liat, dari siapa?”
Della
merebut kertasnya, Arleta hendak mencegahnya namun sudah terlanjur dibaca oleh
Della.
“What?”
Mata
Della membelalak.
“Fairuz?”
Arleta
geleng-geleng kepala, ia tidak tahu sama sekali bahwa yang mengiriminnya sekuntum
mawar merah itu adalah Fairuz karena di kertasnya hanya tertulis Fai saja.
“Ya,
ini Fairuz, Fai, Fairuz”
“Mungkin”
“Ih,
so sweet”
Della
tersipu sendiri, padahal yang dikasih bunga Arleta.
Arleta
terduduk lemas, ia tak sanggup membayangkan bahwa Fairuz lah yang jatuh cinta
padanya, dibalik kepintaran dia di kelas ada hal membuat Fairuz menjadi tak
begitu mengagumkan di mata Arleta dan teman-teman satu kelasnya yang belum
diketahui oleh Della.
Arleta
bangkit sambil membawa sekuntum mawar cinta, dan dia membuangnya ke tong
sampah.
“Yaah,
Arleta, kok dibuang?”
“Lebih
baik dibuang saja, nanti juga Fairuz tahu aku tak suka dengannya”
“Lha,
kenapa?”
“Aku
tak suka, Del!”
Arleta
sedikit manyun.
“Kenapa?”
“Dia
itu ngajak pacaran”
“Wah,
bagus donk, kamu hebat ditaksir cowok secakep Fairuz”
Della
tak mengerti dengan sikap Arleta.
“Della,
aku bukannya tak suka sama cowok cakep, tapi aku gak mau pacaran”
“Aneh
kamu ini, kok gak mau pacaran?”
Della
ikut duduk di samping Arleta.
“Della,
kamu mau disentuh dan digoda-godain sama cowok yang bukan suami kamu? Pacar
belum tentu jadi suami, kan?”
“Gak
mau lah! Tapi kan pacarannya jangan sentuhan gitu, Ta”
“Della,
pacar itu tau sendiri kan dia akan ngerasa kalo kita milik dia, nah, kalo kamu
dirayu-rayu digoda-goda terus …”
“Ah,
lu nih pikirannya jelek terus kalo soal pacaran”
“Aduh,
Dell, kamu mau kulit kamu kebakar api neraka?”
“Gak
mau lah! Gini-gini juga gue mau masuk syurga”
Della
bergidik.
“Nah,
aku juga gak mau masuk neraka, makanya aku gak mau pacaran yang mendekatkan
kita ke zina, zina kan dosa, ntar masuk neraka, na’udzubillah”
“Hmm,
terus ada gak pacaran yang gak bikin dosa?”
Tanya
Della.
“Ada,
pacaran abis nikah, kan cowoknya udah jadi suami, kamu bisa pacaran tanpa takut
dosa”
Della
manggut-manggut. Karena pembicaraan itu terlupakan sudah sekuntum mawar dan
secarik pesan cinta dari Fairuz.
#
# #
“Apa?”
“Ssst, ya, jangan kenceng-kenceng
ngomongnya”
“Beneran?”
“Ya”
Della dan Arleta geleng-geleng kepala
saat melewati kerumunan siswi yang sedang bergosip ria, yang dibicarakan oleh
mereka tak lain adalah si cowok manis yang bikin orang –orang terpesona dengan
ketampanannya, Fairuz
“Ta, emang apa ya yang mereka
omongin?”
“Paling Fairuz”
“Apa?” mata Della membulat, mulutnya
sedikit menganga.
“Hei, wanita muslimah kagetnya
jangan terlalu berlebihan, jelek”
Arleta tertawa renyah seraya menepuk
pundak Della, sudah satu bulan ini Della
sering main ke tempat Arleta dan sering sekali mengobrol ngalor- ngidul,
akhirnya Della terbawa sedikit kalem juga oleh Arleta, kini Della memakai
seragam putih abunya tanpa cardigan dan tanpa sepatu pink kesayangannya, sudah
mematuhi peraturan pihak sekolah walau sebelumnya ia sulit meninggalkan kebiasaannya
itu, namun Della belum bisa meninggalkan polesan make-upnya, maka setiap hari
Arleta menghapus sedikit make-up nya Della.
“Apa sich yang mereka omongin
tentang Fairuz?”
“I
don’t know”
Arleta
menggelengkan kepala.
“Ih.
Arleta, kasih tau donk!”
Della mengejar Arleta yang masuk ke
ruang kelas karena jam pelajaran sebentar lagi akan dimulai, sikap Della yang
masih terlihat centil membuat gerombolan yang sedang menggosipkan Fairuz itu
pun menatap Della dengan tatapan mencibir, dari kejauhan.
“Hai, Della”
Tiba-tiba saja sosok tinggi
menjulang menghalau langkah Della masuk ruang kelas, Della terkaget-kaget
memandang sosok di depannya dari bawah kaki sampai ujung rambut, lebay memang,
salah satu sifat Della yang belum hilang sampai saat ini.
“Kalau jalan itu liat-liat donk,
Dell”
Suara lembutnya membawa angin
sepoi-sepoi dan meniup rambut Della yang
dihiasi bando pink.
“Aduh, Fai… pesonamu mengalihkan
duniaku”
Jerit
Della dalam hati, menirukan iklan sebuah produk kecantikan.
“Eh, Fai…”
“Aku bukan kue”
“Fairuz maksudnya, bukan Pie”
“Hari ini temanya manis banget”
“Tema apa?”
“Tema rambutmu”
Hiasan rambut Della memang tampak
manis seperti permen, ditambah lagi Della sedang memegang lollipop.
“Wooii..!”
Sebuah teriakan yang memekkakan
telinga mengagetkan mereka berdua yang tanpa sadar belum beranjak dari depan
pintu masuk.
“Apa sich teriak-teriak?”
Fairuz sedikit membentak, tak sadar
bahwa di belakang Della telah antri teman-teman mereka yang mau masuk ke kelas.
“Bah, kita ini mau masuk, masa kau
halang-halangi”
Sahut seseorang.
“Ya ampun, Fai, kita sudah
menghalangi jalan mereka”
Della menyingkir dan masuk ke dalam
kelas, diikuti oleh Fairuz, dari kejauhan tampak seorang guru sedang berjalan
hendak masuk ke kelas mereka.
Orang-orang pun berebutan masuk dan
mencari bangku paling nyaman di kelas, bangku paling nyaman untuk ditempati
tidur sambil mendengar penjelasan dari guru.
“Beuh,
si kelinci”
Seorang
cowok di dekat Della tiba-tiba nyeletuk.
“Kelinci?
Siapa yang kelinci? Gue?”
Della
memberondong temannya itu dengan beberapa pertanyaan yang pede-nya tingkat 9.
Dikiranya sebutan kelinci adalah sebutan untuk penampilan imut.
“Pede banget lu, Dell!”
Sahut temannya.
“Ih, gue mah nanya, maksud lu kelinci itu siapa?”
“Dasar anak baru” cowok itu manyun
“Tuh, si kelinci!” sambungnya sambil mengarahkan telunjuknya ke arah si
jangkung yang hampir menubruk Della tadi.
“Wwhat?”
Della
geleng-geleng kepala, “Gak percaya, gue
gak percaya, masa cowok secakep Fairuz dipanggil kelinci” gumamnya dalam hati.
#
# #
“Hai,
Della!”
Fairuz
menghampiri Della yang sedang memesan bakso di kantin, senyumannya membuat
gadis itu tersipu.
“Halo!”
“Pesan
bakso, ya? Makan bareng, yuk! Tuh di sana ada bangku yang masih kosong”
“Ah,
iya, boleh”
Hati
Della berbunga-bunga, tapi di sisi lain ia tak enak hati sama Arleta, Della
meninggalkan Arleta ke kantin, biasanya mereka bersama. Bukan hanya itu, Della
merasa tak enak karena “Fairuz kan
sukanya sama Arletta, kok sekarang dia deketin gue sich, duh Arleta maafin gue
gak maksud buat merebut Fai darimu.”
“Kayanya
kamu betah juga sekolah di sini”
Ujar
Fairuz setelah mereka duduk.
“Hmm,
Alhamdulillah, biasanya satu bulan
gue udah gak betah”
“Semakin
kesini, kamu semakin berbeda saja”
“Hah?”
Della
bingung.
“Ya,
kamu beda dari pas awal dateng ke kelas kita”
“Whaa, berarti dia
merhatiin gue” Della menjerit dalam hati sambil
menikmati bakso pedasnya.
“Hmm,
bedanya?”
Della
pun penasaran.
“Tambah
anggun, pertama kamu dateng, kamu itu centil”
“Ooh”
“Karena
kamu dekat Arleta, ya?”
Glek…hampir
saja Della tersedak mendengar pertanyaan Fairuz.
“Hehe,
iya”
Della
mencoba santai.
“Arleta
itu perempuan anggun yang pernah aku temui, Dell, aku suka yang anggun-anggun”
“Ih, kenapa nich cowok?
Tiba-tiba curhat gitu. Duh! Apa gara-gara kaya gini Fairuz dipanggil kelinci,
kelinci kan identik dengan cewek, imut, nah, yang suka curcol kaya gini tanpa
alasan kan biasanya cewek” Sebenarnya Della sedikit ilfeel tapi karena pesona ketampanan
Fairuz lah yang telah menghapusnya.
“Oh,
jadi lu suka Arleta, ya?”
“Haha,
bukan gitu!”
Fairuz
membantah.
“Loh?
Bukannya lu kirim bunga mawar waktu itu?”
Fairuz
nampak salah tingkah dengan pertanyaan Della.
“I…itu
hanya iseng”
“Jahat
banget, lu!”
“Gak
jahat!”
“Itu
tindak criminal, Fai!”
“Bukan,
aku kan sebagai ketua kelas dan Arleta sekretaris di kelas, Arleta bekerja
dengan baik di kelas, makanya aku kasih bunga mawar sebagai hadiah”
“Ya ampun, ini cowok
romantic banget …”
Entahlah
apa yang dirasakan Della saat ini, ia telah jatuh hati semenjak melihat Fairuz.
“Dell,
kamu udah punya pacar?”
Pertanyaan
yang membuat Della terbelalak.
“Gak
punya”
“Masa
cewek semanis kamu gak punya cowok”
“Gak
ada yang tertarik ama gue”
Jawab
Della seenaknya.
“Pasti
ada”
Fairuz
mengeluarkan senjata ampuhnya, senyum menggodanya.
“Hahaha,
buktinya gak ada yang bilang ke gue kalo dia suka ama gue”
Della
tertawa.
“Ada,
kok! Aku suka kamu!”
Glek
… untuk kedua kalinya Della hampir tersedak.
“Apa?”
“Aku
suka sama kamu, Della”
Pipi
Della bersemu merah, persaan bahagianya meluap, entahlah dapat mimpi apa dia
semalam sehingga hari ini dia dapat sesuatu yang membuatnya berbunga-bunga.
Tak
jauh dari meja mereka seorang siswi berjilbab memperhatikan mereka dan
tersenyum kecut, Arleta.
#
# #
“Kamu
kemarin makan bareng sama si kelinci, ya?”
Tanya
Arleta tiba-tiba, padahal Della baru saja tiba.
“Iya,
lu liat, Ta? Du, maaf, ya?!”
“Kok
kamu minta maaf, Dell?”
“Ya,
gue minta maaf, bukan maksud gue ngerebut Fairuz dari kamu, Dell”
“Ya
Allah, udah kubilang aku tak tertarik sama Fairuz apalagi pacaran ama dia”
“Benarkah?”
Della
gembira.
“Aku
tak pernah ingkar sama perkataanku”
“Yess!
Berarti gue bisa deketin si kelinci, donk!”
“Della!”
Arleta
melotot, hendak memberitahu apa arti kelinci pada Della tapi guru mereka sudah
tiba di kelas.
“Dell,
emang kamu mau ama cowok kelinci?”
Arleta
berbisik.
“Ih,
gak apa-apa kali kelinci juga, kan Fairuz ganteng, romantis lagi”
“Hmm,
kamu tahu kenapa Fairuz dijuluki kelinci?”
“Karena
dia imut, kaya cewek perhatiannya, suka curcol”
“Huh,
gak nyambung itu!”
Arleta
gregetan.
“Terus
apa donk?”
Arleta tak menjawab, ia sekarang
sibuk memperhatikan guru.
#
# #
“Tuh, cowok yang selalu kamu kagumi,
Dell!”
Arleta
menunjuk ke teras perpustakaan, tampak Fairuz sedang berbincang dengan siswi
kelas lain.
“Eh,
iya,aku panggil deh!”
Belum
sempat Della memanggil Fairuz, si cowok penuh pesona itu mengulurkan setangkai
bunga mawar merah dan sebuah boneka berbentuk hati pada siswi itu.
Melihat
pemandangan itu Della terpaku, tak dapat berkata apa-apa, semua rasa membahagiakan
saat kemarin hilang seketika, mungkin hatinya seperti disambar petir sekarang.
“Itu
Siska, gebetannya Fairuz yang baru sepertinya”
Perkataan
Arleta membuat Della menitikkan air mata, Arleta belum melihat Della yang
tiba-tiba berubah.
“Hiks
… hiks … padahal gue belum jawab pertanyaan dia”
Tangisnya
pecah, Arleta kaget.
“Della,
kamu nangis?”
Ia
membimbing Della menjauh dari pemandangan tadi.
“Itulah
kenapa kita menjulukinya kelinci, kelinci symbol dari playboy”
“Whuaa
…”
Tangis
Della semakin menjadi, dalam hatinya ia berjanji tidak akan tertipu lagi dengan
pesona Fai-Fai yang lainnya
“Bersyukurlah,
Dell, Allah ngasih tahu kamu lewat kejadian tadi, ada yang lebih sayang dan
lebih suka sama kamu, Alloh, Dell.” []
Tidak ada komentar:
Posting Komentar