Senin, November 04, 2013

DONGENG KITA, TAK ADA PERI, TAK ADA PENYIHIR! #BAG 2



               

              Irama Kereta Malabar, kemarin, 
              Kau akan tahu bagaimana wujud kami setelah kau telusuri ceritaku ini, Rey. 
          Beberapa bulan yang lalu, entah berapa jumlahnya aku tak tahu pasti, yang kuingat hanya jejak-jejak aku dan dia yang teringgal. Kami meninggalkan cerita yang tak pernah diketahui oleh siapapun kecuali kamu, cerita yang pernah membuatku menangis semalaman. Ah, tak perlu kuceritakan lagi bagaimana aku dan dia berucap sayonara.
            Kau tahu, Rey? Aku sempat menghindarinya, namun dengan menjauhinya sama saja dengan menghilangkan separuh dari diriku, aku bukan apa-apa tanpa dirinya, aku hidup dengan hati yang dititipkannya padaku. Namun semenjak hatinya dibawa kembali, --entah akan dtiitipkan pada siapa lagi hatinya itu— hatiku juga terbawa olehnya dalam keadaan koma, dan yang menghidupkannya kembali adalah kehadiran dia.
            “Ya, makasih, sayang”
            Maaf, aku tak tahan ingin mengucapkan kata yang sama walaupun makna sayangku berbeda, tapi setelah aku pikir-pikir, rasa sayangku hampir menyamai rasa sayangnya padaku.
          Perkataannya membuatku melonjak girang, dan ingin kembali seperti dulu saat bersamanya walau semua yang dia lakukan padaku bukan untuk aku, tapi untuk seseorang yang lain.
            “Bye… love you”
            “Love you too”
            Rey, itu percakapan kami dalam deret pesan. Kembali ke pembahasan spesies kita dan evolusi diriku, kau harus tahu, Rey, kenapa aku bisa berevolusi menjadi mahluk seperti dirinya? ya, aku mempelajari apa yang ia lakukan, apa yang ia baca, apa yang ia tulis
            # # # 
Aroma Borobudur, Kemarinnya Lagi.
            Dan hari ini terkuaklah, firasatku benar, ramalanku benar. Ah, bukan ramalan sebenarnya. Sejak duduk di bangku kelas 3 es-em-a aku memiliki kemampuan membaca pikiran dan kepribadian orang lain. Dan ini yang kesekian kainya aku meneliti mahluk seperti dia hingga aku tertular kegilaannya.
               Ya, kembali kepada rahasia yang terkuak olehku.
              Rey ... saat aku tahu ini aku ingin menangis memelukmu, karena dengan itu aku bisa tenang. Aku harap kau tak takut dipeluk oleh mahluk dengan spesies yang berbeda darimu. Aku akan ungkapkan rahasia ini padamu.
            Rey … dia membuat luka menganga yang dulu ditorehkannya menjadi lebih parah, Mungkin bagian yang luka itu harus diamputasi, tapi jika aku tak memiliki hati lagi karena amputasi aku tak bisa mencintai siapa pun, ya, karena hidup dan matinya hatiku kini telah ditentukan olehnya.
            Tak sakit bagaimana, dia mendekatiku, dia ungkapkan rasa sayangnya, dia bilang dia kan bawakan pelangi untukku hanya untuk mendekati orang lain, hanya untuk mendekati seseorang yang begitu dekat denganku.
            Saat kutahu itu, aku hanya bisa tersenyum getir, dia meminta maaf, Rey, dan aku memaafkannya, entah kenapa setiap kesalahan dia aku selalu memaafkannya, walaupun itu kesalahan terbesarnya.
            Mungkinkah Tuhan yang membantuku menunjukkan bahwa selama ini aku tertipu oleh dia. Tuhan menciptakan kami sebagai sahabat, bukan sepasang kekasih, karena sampai saat ini aku tak pernah membencinya sedikit pun, aku tahu dia merasa bersalah, sangat bersalah.
# # #
Ruang Terisolasi Kembali, Hari ini lagi.
Rey… Aku mohon, kau tarik nafas dahulu sebelum aku memberitahukan rahasia ini kepadamu.
Selama ini, aku ditipu olehnya, oleh spesies manusia yang telah berubah menjadi mahluk "menyeramkan" seperti zombie, aku diajak berkeliling di dunianya, memang menyenangkan dan aku merasa itu duniaku juga, lama kelamaan aku pun menjadi seperti dia. Dia menipuku, Rey, mana mungkin zombie bisa mengambil pelangi seusai gerimis, sedangkan dia sendiri takut akan siang dan sore hari.
Hal lain yang membuatku merasa sangat tertipu, aku diperalat olehnya untuk mendekati seseorang yang dia kagumi sejak awal, namun karena orang itu tak pernah membalasnya, akhirnya aku perlahan dipaksa untuk menempati ruang kosong dalam dirinya. Tapi, sepandai-pandainya aku mengisi ruang itu, tetap saja tak bisa dibohongi kalau hatinya bukan untukku.
Akhirnya dia mengaku setelah meminta maaf berkali-kali padaku, dia mengaku, dia mengaku, dia mengaku, mengaku bahwa dia mengagumimu, Rey.
# # # 
Itulah kehidupanku, Rey. Seperti dongeng namun tak ada peri atau pun penyihir seperti yang kubaca dalam buku dongeng lain.
Untuk kita yang punya cerita tentang dia.
Yogyakarta, 30 Agustus 2013



Tidak ada komentar:

Posting Komentar