Oleh: Nadia Rahmatul Ummah
Krisis dapat menghantam sebuah organisasi, perusahaan dan
negara dalam waktu yang singkat. Krisis yang melanda Amerika dan Eropa pada
tahun 2008 telah memporak-porandakan berbagai perusahaan raksasa di berbagai
negara. Seperti pasca ambruknya perusahaan Lehman Brothers di Amerika pada
tahun 2008 dunia digemparkan oleh kasus bunuh diri Adolf Merckle, taipan bisnis
yang memiliki sejumlah perusahaan ternama di Jerman, perusahaan-perusahaannya
hancur akibat dampak krisis ekonomi global. Pemilik VEM Holding yang mengontrol
perusahaan farmasi Ratiopharm ini mengalami kegagalan dengan investasinya di bidang
otomotif dan investasinya di Volkswagen rugi sebesar 400 juta Euro sehingga memiliki
banyak hutang.
At the edge, kondisi inilah yang sedang dialami oleh Merckle, sebuah kondisi turbulance
dan krisis yang dihadapi oleh pemerintahan atau pemimpin yang memaksa mereka
untuk memnuat sebuah keputusan tepat untuk mengeluarkan organisasi, perusahaan
atau negaranya dari kondisi yang tidak
menentu, dan keputusan dari seorang pemimpin ini bisa menghasilkan survive bagi
perusahaan atau negaranya atau mengakibatkan hilang.
Seperti yang dikatakan oleh Kemal Azis Stamboel dalam
bukunya Leading With Urgency and Effective Decisions, jawaban dari
permasalahan ini tentu terletak pada kualitas kepemimpinan. Kualitas
kepemimpinan mereka ditentukan sejauh mana mereka mampu mengambil resiko,
membangun kepercayaan para pengikutnya dan menciptakan peluang-peluang bagi
kesuksesan organisasinya.
Kepemimpinan dan Keteladanan
Visi besar akan masa depan bangsa, keteladanan, konsisten antara perkataan
dan perbuatan merupakan hal yang sangat
penting bagi sebuah kepemimpinan, dan itulah yang sangat diharapkan bagi
rakyat, terutama rakyat Indonesia.
Sejak krisis tahun 1997 rakyat terus menerus dihantam
oleh pemiskinan yang struktural, tentunya semua rakyat tidak paham dengan
narasi visi absurd seorang pemimpin tentang kemana arah laju kapal bangsa ini
akan berlayar, namun hati rakyat sangat mudah merasakan sentuhan empati seorang
pemimpin atas kondisi nyata yang mendera hidup mereka sehari-hari.
Masalah yang melanda kepemimpinan bangsa ini salah
satunya di sektor kesejahteraan rakyat. Sejumlah kelemahan bangsa ini masih
belum hilang, diantaranya adalah angka kemiskinan tinggi, pendidikan dan
kesehatan mahal, anak-anak busung lapar dan gizi buruk belum hilang dari angka
statistik. Ini merupakan wujud dari minimnya rasa empati negara terhadap
kesengsaraan rakyatnya. Negara tidak hadir ketika rakyat membutuhkan, negara sebagai institusi yang memiliki
otoritas ketertiban.
Sejatinya seorang pemimpin
adalah seorang problem solver bagi permasalahan yang ada di sekitarnya.
Pemimpin seperti ini tentunya lahir dari generasi baru, bukan dari generasi
yang terdahulu yang beberapa dekade ini hanyalah pemimpin yang tidak berperan
sebagai problem solver, kalau pun ada, masih kurang giat dalam berpikir
dan kurang kreatif dalam mencari solusi terutama dalam bidang ekonomi dan
kesejahteraan rakyat.
Dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia tahun 1994 bab XIV tentang perekonomian nasional dan
kesejahteraan sosial setelah mengalami perubahan keempat dinyatakan dalam pasal
33:
(1)
Perekonomian
disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan.
(2)
Cabang-cabang
produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak
dikuasai oleh negara.
(3)
Bumi
dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
(4)
Perekonomian
nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip
kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan,
kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi
nasional.
(5)
Ketentuan
lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.
Dan
pada pasal 34 yang juga sudah mengalami perubahan keempat, disebutkan bahwa:
(1)
Fakir
miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara.
(2)
Negara
mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan
masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.
(3)
Negara
bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas
pelayanan umum yang layak.
(4)
Ketentuan
lebih lanjut mengenai pelaksaan pasal ini diatur dalam undang-undang.
Asas
kekeluargaan dan prinsip perekonomian nasional dimaksudkan sebagai rambu-rambu
yang sangat penting dalam upaya mewujudkan demokrasi-ekonomi di Indonesia. Hal
tersebut dipandang sangat penting agar seluruh sumber daya ekonomi nasional
digunakan sebaik-baiknya sesuai dengan paham demokrasi ekonomi sehingga
mendatangkan manfaat optimal bagi seluruh warga negara dan penduduk Indonesia.[1]
Tentu
saja ini berhubungan dengan sistem ekonomi
yang bermaslahah atau bermanfaat, yaitu ekonomi islam. Dalam Islam dijunjung
tinggi sebuah nilai yang bernama kekeluargaan. Jika setiap pemimpin benar-benar
memperhatikan dan menerapkan undang-undang ini maka akan tercipta pemimpin yang
bermartabat, tak akan ada kecurangan dalam sistem perekonomian.
Pelaksanaan
ketentuan Pasal 33 ayat (1), (2), (3), dan (4) diatur lebih lanjut dengan
undang-undang dengan memperhatikan prinsip-prinsip, antara lain efisiensi yang
berkeadilan. Dengan demikian, sumber-sumber yang ada harus dialokasikan secara
efisien untuk mendukung pertumbuhan ekonomi nasional secara sehat dan sekaligus
untuk mencapai keadilan.[2]
Hal ini juga tentunya merupakan salah satu tujuan dari ekonomi Islam yang
mengedepankan manfaat, berkah dan keadilan bagi seluruh pelaku ekonomi.
Islam dalam Sistem Perekonomian
Imagine there’s no Heaven
If easy if you try
No hell below us
Above us only sky
Imagine all the peopleliving for today
Imagine there’s no countries
It isn’t hard to do
Nothing to kill or die for
And no religion too
Imagine all the people
Living live in peace
You may say that I’m a dreamer
But I’m not the only one
I hope someday you’ll join us
And the world will be as one[3]
Dalam
bukunya berjudul Negara, Pasar dan Rakyat, Fahri Hamzah mengatakan bahwa secara
sangat manusiawi John Lennon melihat kenyataan umat manusia yang
berbangsa-bangsa dan melahirkan negeri-negeri yang berbeda satu sama lain telah
berubah dari anugerah menjadi musibah. Begitu banyak terjadi permusuhan dan
pembunuhan yang terjadi, dengan sangat putus asa ia mendapati bahwa agama yang
seharusnya menjadi mendamaikan manusia malah menjadi sesuatu yang harus
didamaikan.
Islam
bukan sebagai suatu agama saja, Islam merupakan suatu sistem komprehensif, melingkupi segala permasalahan
yang melintas batas material dan spiritual, pribadi dan kemasyarakatan, dan
dengan sendirinya dunia dan akhirat. Dengan demikian, Islam tidak hanya
mengurusi akhirat semata.
Imagine no possessions
If I wonder if you can
No need for greed or hunger
A brotherhood of many
Imagine all the people
Sharing all the world
You may say that I’m a dreamer
But I’m not only one
I hope someday you’ll join us
And the world will live as one [4]
Sekali
lagi John Lennon berandai-andai bahwa jika tidak tidak adanya kepemilikan di
dunia ini, mungkin tidak perlu ada ketamakan dan kelaparan. John mungkin tidak
mengetahui, atau memang ia berusaha melawan kenyataan, bahwa arus utama (mainstream)
ekonomi dunia mensyaratkan pengakuan kepemilikan (property right) untuk
mengusahakan dunia dari kemiskinan (working for a world free of proverty).
Namun demikian John tidak sepenuhnya salah. Ia mendapati bahwa ketamakan yang
ditimbulkan oleh arus utama tersebut jauh melebihi kecepatan dari pencapaian
hasil usaha menuju dunia yang bebas dari kemiskinan.
John
tidak mengetahui bahwa sistem Islam menegaskan bahwa bumi dan langit seisinya
milik Allah SWT semata dan manusia ditugaskan untuk menjadi khalifah yang akan
diminta pertanggung jawabannya nanti di akhirat sana.
Sistem
ekonomi Islam akan menggentarkan para pelaku ekonomi liberalisme karena
kepemimpinan yang kuat dan efisien untuk menjamin bahwa setiap pihak
meningkatkan kesejahteraannya secara benar dan adil.
Berikutnya dalam bahasa John
Lennon, diangankannya sebuah bangunan persaudaraan umat manusia (brotherhood
of man) yang sangat dikenal dalam sistem Islam melalui kalimat Al-Quran:
“Seluruh Muslim bersaudara”[5].
Persaudaraan ini semakin berarti ketika
Allah menetapkan bahwa adnya kaya dan miskin sebagai ketentuan-Nya. Selanjutnya
guna menjalani ketentuan tersebut, di dalam sistem Islam dicukupkan adanya
empat syarat, yaitu: orang miskin yang tidak sombong, orang kaya yang murah
hati, ulama yang jujur dan pemimpin yang adil.
Di beberapa daerah terbentuk
masyarakat yang sejahtera sedangkan di bagian daerah lainnya ada masyarakat
yang melarat karena gagal menguasai uang, uang disini menjadi satuan hitung sebagai
penentu takaran yang utama.
Maka oleh sistem Islam inilah
persaudaraan dijalin dengan sangat harmonis agar tercipta keadilan dan
kesejahteraan masyarakat.
Dalam Islam dilarang riba yang
tidak mengenal sistem ketidakadilan, sistem Islam memandang riba lebih jauh
dari sekedar masalah kasihan-mengasihani, sistem bunga merupakan akar dari
kerusakan yang sangat komprehensif dalam suatu perekonomian. Dalam konteks
pinjaman, Islam mendefinisikan riba sebagai segala kelebihan pembayaran hutang
yang diperjanjikan di awal. Dalam masalah perekonomian, Islam juga mengatur
beberapa hal pokok yang satu sama lain saling berhubungan dan memiliki keterkaitan praktis yang nyata, seperti dalam
hal perdagangan, Islam mendefinisikan riba sebagai keuntungan yang berlipat
ganda. Sebagaimana halnya riba pinjaman, riba perdagangan juga dilarang keras
dalam Islam.
Akar dasar dari pengenaan bunga
atas suatu pinjaman dalam ilmu ekonomi dikenal sebagai konsep “the
opportunity cost of holding money” atau “biaya kesempatan dari memegang
uang”(Nicholson, 1995). Jika konsep ini tidak digunakan, maka tidak akan
terjadi kecenderungan inflasioner yang dihasilkan oleh sistem perekonomian
berbasis bunga dan penurunan daya beli uang atau time value of money.
Konsep time value of money ini telah digunakan untuk memutar –balikkan fakta
guna melegitimasi konsep opportunity cost of holding money.
Kualitas kepemimpinan di Ranah Ekonomi
Pada aspek ekonomi kita
sudah mengalami kemajuan terutama dalam beberapa indikator makro dan kekokohan
perekonomian nasional, salah satunya mampu bertahan dari dampak krisis dunia
pada tahun 2007-2008. Dari siklus ekonomi, kita juga berada pada periode
ekspansi yang diperkirakan akan berlanjut hingga tahun 2016. Oleh sebab itu,
kita perlu memanfaatkan momentum ini untuk membangun perekonomian Indonesia.
Meski begitu, kita harus berhati-hati karena secara
ekonomi kita masih menghadapi persoalan ketidakseimbangan ekonomi global,
ketidakpastian aliran modal masuk,
perang mata uang, dan tekanan inflasi domestik. Pada posisi ini, kita
memerlukan kualitas kepemimpinan yang kreatif dan mampu
membuat terobosan-terobosan baru pengembangan sektor riil, pengembangan
usaha mikro dan menengah sehingga perputaran roda ekonomi benar-benar menyentuh
masyarakat bawah.
Untuk itu kita memerlukan suatu kepemimpinan yang juga
peka terhadap sistem perekonomian negara ini yang mungkin belum melahirkan kemaslahatan
dan keberkahan, selama ini yang didapat dari setiap pelaku ekonomi adalah
kepuasan, tidak mempertimbangkan dampak buruk dari kepuasan tersebut.
Pemimpin yang
Berkarakter dan Bangsa yang Bermartabat
Ada beberapa alasan
mengapa seseorang dijadikan seorang pemimpin oleh masyarakatnya. Pertama,
pemimpin diikuti karena posisi formalnya sehingga masyarakat takut untuk
menentang setiap kebijakannya. Kedua, pemimpin diikuti karena hubungan
yang dekat dengan masyarakat sehingga masyarakat mengikutinya tanpa
pertimbangan yang rasional. Ketiga, pemimpin diikuti karena prestasi
yang diraihnya, sehingga masyarakat bangga atas prestasi yang dicapainya. Keempat,
pemimpin diikuti karena membangun kepercayaan diri masyarakat. Kelima,
pemimpin diikuti karena menjadi contoh dari cita-cita dan harapan hidup
masyarakat.
Namun ada hal yang harus dibangun dari sebuah relasi
antara pemimpin dan masyarakat, yaitu trust atau kepercayaan. Inilah
yang semakin kini semakin tergerus, pola kepemimpinan dewasa ini semakin formalistik.
Akibatnya, antara seorang pemimpin dan masyarakat yang dipimpinnya terdapat
jarak.
Hadirnya pemimpin adalah sebuah sunnatullah karena
manusia memang diciptakan sebagai khalifah di muka bumi ini, dari mulai
kepemimpinan diri sendiri, keluarga, masyarakat kecil sampai sebuah negara.
Dari sejarah berbagai kepemimpinan kita dapat menyimpulkan bahwa kepemimpinan
yang berkarakter dan mempunyai integritas akan dikenang dan dijadikan teladan
sehingga nantinya akan mengantarkan sebuah negara pada sebuah masa keemasan.
Beberapa ciri pemimpin yang berkarakter menurut Kemal Azis Stamboel:
1.
Pemimpin
dengan keunggulan
Yaitu pemimpin yang
dalam aktivitasnya selalu berusaha menghasilkan hal-hal yang produktif dan
berkualitas untuk menjadi unggul. Pemimpin seperti ini memiliki sense of
purpose, memiliki visi dan tujuan yang jelas.
Semangat pemimpin
dalam sebuah perbaikan ini diwujudkan dengan adanya upaya yang terus-menerus
memaksimalkan potensi, kemampuan dan keterampilan, serta selalu mencoba menjadi
yang terbaik. Hal ini sesuai dengan Hadits Rasulullah yang mengatakan bahwa
“beruntunglah bagi orang yang kondisi sekarang lebih baik dari hari kemarin dan
hari esoknya lebih baik dari hari ini”, dan ini merupakan continous
improvement.
2.
Memimpin
dengan Profesional
Seorang profesional
adalah orang menyadari betul arah hidupnya. Pemimpin seperti ini biasanya
menyenangi pekerjaannya sehingga jika ada tugas yang datang secara tiba-tiba
maka ia akan siap siaga untuk mengerjakan tugas itu. Seorang profesional itu
maun bekerja keras serta memiliki berbagai macam gagasan dan ide untuk mencapai
tujuannya.
Dunia berkembang
dan tantangan-tantangan yang dihadapi semakin kompleks, jika tidak dibarengi
dengan profesionalitas maka bersiaplah untuk tersisih dari persaingan.
3.
Memimpin
dengan Kepedulian
Pemimpin seperti
ini senantiasa berpikir jauh ke depan dan mempersiapkan transformasi
kepemimpinannya dengan sebaik mungkin. Bukan hanya dirinya saja yang dia
pikirkan, melainkan peduli dengan orang lain, terutama kepada masa depan orang
yang dipimpin. Pemimpin yang peduli adalah mereka yang telah menunjukkan
kepedulian yang tinggi terhadap sesama, jauh sebelum mereka menjadi pemimpin.
Umar bin Khattab,
seorang pemimpin yang memiliki kepedulian terhadap rakyatnya, ia memanggul
sendiri sekarung gandum ketika mendapati seorang ibu memasak batu untuk
menghentikan tangisan anaknya yang lapar. Jika ada perasaan empati seperti ini,
tentu rakyat akan sangat cinta kepada pemimpin.
Dari poin-poin tadi dapat disimpulkan bahwa pemimpin
berkarakter mampu memberikan solusi masalah, mampu mewariskan sebuah budaya
unggul “a culture of excellent” yang menjadi inspirasi bagi orang lain
dan akan melahirkan bangsa yang bermartabat.
Indonesia sendiri memiliki tantangan perubahan di masa
depan yang beragam, seperti isu globalisasi, regionalisasi, dan knowledge
economy. Untuk menghadapi situasi dunia yang dinamis ini, Indonesia perlu
mempunyai persektif yang berbeda mengenai tipe kepemimpinan. Pemimpin di masa
depan bukan hanya pemimpin yang berkarakter, harus ada harapan bahwa pemimpin
di masa depan mampu memenuhi dan memiliki hal-hal yang lain, diantaranya: Pertama,
the meaning of direction (memberikan visi, arah dan tujuan). Kedua,
trust in and from the leader (melahirkan kepercayaan), dengan perilaku al-amin
seperti Rasulullah ini menciptakan keterbukaan dalam kepemimpinannya, dalam
artian ia bisa menghilangkan penghalang berupa kecemasan yang menyebabkan
masyarakat dipimpinnya menyimpan sesuatu yang buruk atas kepemimpinannya. Ketiga,
a sense of hope (memberikan harapan dan optimisme). Keempat, Result
(memberikan hasil melalui tindakan, risiko, keingintahuan dan keberanian.
Dari beberapa ciri kepemimpinan yang berkarakter juga
berintegritas menurut Azis Kemal Stamboel dan dengan dipadukan dengan beberapa
konsep yang seharusnya dimiliki oleh seorang pemimpin di masa yang akan datang
seperti the meaning of direction, trust in and from the leader, a sense of
hope, dan result ini agar bisa menghadapi beberapa kemungkinan
tantangan perubahan di masa yang akan datang terutama dalam perekonomian.
Dengan demikian kita seharusnya menyiapkan kepemimpinan seperti yang disebutkan
tadi, bukan hanya mengikuti pemimpin-pemimpin yang lalu tapi pemimpin yang mampu
membuat perubahan agar negara ini bisa membangun sistem perekonomian yang bermaslahah
(bermanfaat) dan penuh berkah bukan hanya mengedepankan kepuasan pelaku ekonomi
semata, selain itu mampu membangun perekonomian yang bebas dari ribawi yang
jelas-jelas sangat merugikan dan tidak adanya unsur keadilan dan kesejahteraan
sesama di dalamnya.
Kepemimpinan yang berkarakter akan mengantarkan kita pada
bangsa yang bermartabat.[]
[1]
Panduan Pemasyarakatan UUD 1945 dan
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
[2]
Panduan Pemasyarakatan UUD 1945 dan
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
[3]
Lirik Iagu Imagine karya John
Lennon
[4]
Lirik Iagu Imagine karya John
Lennon
[5]
Al-Quran surat Al-Hujurat ayat 11
Tidak ada komentar:
Posting Komentar