Cast
: Mahiro Fuwa, Yoshino Takigawa, Aika (Zetsuen No Tempest)
Length : One Shoot
Genre : Tragedy, Fantasy, sedikit Angst
Genre : Tragedy, Fantasy, sedikit Angst
Rambutku teracak dikacau angin,
hembusannya mengigilkan tubuhku. Di bawah sana deru kendaraan tak juga henti,
kota ini seolah tak pernah mati bagai mesin dengan generator abadi. Terus
menyala, tak pernah mati. Kebisingan Kota Tokyo tercipta dan tak pernah
terhenti meskipun sudah larut malam.
Aku
tahu, dari atas sana Tuhan memperhatikanku, memikirkan skenario apalagi yang
akan aku perankan dalam hidup ini, sedramatis apa lagi yang akan Tuhan terapkan
dalam alur kehidupanku ini, sudahlah! Aku sudah tak kuasa menjadi tokoh dalam
cerita-Nya.
Langit
hitam pekat diselimuti awan yang tak ingin mengalah memburu warna hitam langit,
dari atas gedung ini langit seolah menantangku. Kerlip lampu dari
bangunan-bangunan di kota ini tak membuat suasana berubah indah nan romantis,
malah menyiratkan kata selamat tinggal padaku.
“Woi,
sekarang aku yang akan membuat skenario hidupku sendiri!” aku berteriak
menantang Tuhan, memecah hening malam, suasana tengah malam tak membuat suaraku
terdengar oleh penghuni kota yang penuh dengan kehebatan teknologi ini.
Tak
ada yang terjadi, langit masih diam membisu, malah angin yang berbisik mengelus
wajah dan leherku.
Aku
sudah menyerah dengan keadaanku, semua orang dalam kehidupanku sudah mati, aku
harus mati juga menyusul mereka, menyusul Aika dan Orang Tuaku, sudah cukup
mengerikan skenario hidupku ini, kisah cintaku yang kandas tak terselamatkan
karena pengkhianatan, serta sejarah pendidikanku yang harus berakhir hari ini
karena harus drop out dari kampus.
Sejak
sekolah aku sudah ditinggal orang tuaku, aku tinggal bersama Aika, bukan adik
kandungku dan satu lagi kenapa Yoshino harus ikut tinggal bersama kami? Padahal
aku sudah cukup khawatir jika melihat Yoshino mendekati Aika waktu masih SMA.
Setelah
kurasa sempurna kembali hidup bersama Aika, Tuhan mengambil Aika dari
kehidupanku, dari kehidupan Yoshino juga. Seteahkematian Aika aku harus menelan
kenyataan pahit bahwa Aika pernah bersama Yoshino. Saat mengetahui itu
kepercayaanku pada Yoshino hancur, kehidupanku juga terasa hancur.
Kisah
tragisku belum berakhir disana, aku harus drop
out dari kampus karena ketahuan mengkonsumsi heroin, pengganti teman
hidupku.
Tuhan
tahu tentang kehidupanku, ya, karena Dia yang menulis skenario ini untukku, dan
entah kenapa aku tergerak untuk memerankah tokoh yang paling malang dalam
sekenario-Nya.
#
# #
Malam ini aku akan mengakhiri
semuanya. Aku akan melompat dari gedung ini. Aku akan bunuh diri. Aku tahu, Dia
sangat membenci orang yang bunuh diri dan aku dengan senang hati akan
melakukannya untuk-Nya.
Aku memanjat pembatas di tepi
gedung, berdiri tegak. Terlihat dari tempatku berdiri sejumlah kendaraan yang
merayap di atas jalan raya seperti barisan semut yang memiliki cahaya, aku
merentangkan tanganku, wajahku menengadah menantang angin dan langit secara tak
langsung menantang Tuhan.
Dalam
hitungan detik aku akan menjadi potongan tubuh dengan simbahan darah
dimana-mana, satu …dua…ti….
“Tunggu!”
Suara
yang menggelegar bagaikan petir berseru padaku, suara yang menggelegar dan
dingin seperti bongkahan es mampu membuatku bulu kudukku merinding dan tubuhku
menggigil, belum terbayang bagaimana rupa pemilik suara mistis itu, yang kutahu saat ini ia ada di
belakangku, aku berbalik perlahan. Sosok tinggi besar berdiri dengan mimik
wajah penuh amarah, tingginya sekitar dua meter, seluruh wajah dan badannya
berwarna hitam legam, jubah yang ia kenakan pun tak tak tampak seperti jubah,
menempel seperti kulitnya. Mahluk apakah di hadapanku ini?.
“Apa
kau Tuhan?”
Aku
bertanya ragu, tak mungkin Tuhan seperti ini, dan tak mungkin pula penyihir ada
di hadapanku menghentikan aksi bunuh diriku.
“Gila,
kau!” suara mistis itu kini membentakku “mana mungkin Tuhan datang kepadamu
menampakkan diri”.
“Penyihir?”
aku bertanya lagi, ragu.
“Makin
gila, kau!” sosok itu membentak lagi “penyihir mana yang menahan manusia untuk
bunuh diri”
“Malaikat
kematian?” tanyaku lagi, kali ini aku tak ragu.
“Bukan!”
masih dengan suara mistisnya yang tetap saja buatku merinding ia menyangkal “aku
adalah maut”
“Kau?
Maut ?” aku hampir tak bisa bernafas “apa kau kesini untuk menjemputku?”
“Bukan
aku yang akan menjemputmu, Mahiro”
“Terus
untuk apa kau datang kesini menghancurkan rencanaku?”
“Kau masih mau menantang takdir Tuhan?”
tanyanya “aku datang untuk mengingatkanmu, Mahiro”
“Mengingatkan?
Apa?” aku berseru, kini aku geram dengan tingkahnya.
“Tuhan
belum mengizinkanmu mati, kau harus terus berjuang bersama temanmu yang bernama
Yoshino itu untuk menjalani kehidupan ini sampai kau temukan kehidupan yang
benar-benar kau inginkan”
“Hah?”
aku mendengus kesal “ Yoshino? Yoshino sudah berkhianat padaku, ia telah
merebut Aika dari hidupku”
“Terus
kau mau hidup dengan siapa? Tuhan tak akan membuatmu mati saat ini, waktumu
untuk mati masih jauh dari hari ini, Mahiro” ia kembali membentakku.
“Akan
kusandera waktu agar Tuhan mengizinkanku mati malam ini dan malaikat maut akan
menjemputku”
“Kau
tak bisa melakukan itu, Mahiro, kau bukan tuhan!” ia menyangkal “Malaikat maut
juga tak akan menjemputmu jika Tuhan belum memberikan perintah untuk
menjemputmu dank au masih akan tetap hidup”
“Ah,
jika aku lompat dari lantai enam puluh gedung ini pasti akan mati”
“Kau
akan tetap hidup selama Tuhan belum memberikan takdir mati untukmu”
“Bagaimana
mungkin?”
“
Tak ada yang tak mungkin bagi Tuhan, Dia masih menginginkanmu hidup di dunia
ini”
“Aku
tak percaya itu!”
Sosok
yang berdebat denganku tadi menghilang seperti asap, ia mungkin sudah merasa
kalah dengan aksi debatku tadi.
Aku
akan mati malam ini, kuhempas tubuhku, meloncat dari lantai ke enam puluh
gedung ini, salah satu gedung di Tokyo, seketika aku merasa terbang, butuh
beberapa detik sampai aku menjadi potongan tubuh yang bersimbah darah di bawah
sana, beberapa scene kehidupanku dari masa kecil berkelebat dalam bayanganku,
orang tuaku, Aika si gadis manis, Yoshino temanku, semuanya membayangi dalam
pikiranku. Sampai akhirnya…
BUUUM!
Suara
berdebum menjadi awal dari kesuksesanku untuk mati, aku rasa kepalaku yang
menimpa tanah terlebih dahulu, bau amis darah tercium, mungkin rambut kuning
keemasanku sudah berubah menjadi merah, bau amis ini sangat dekat, pasti darah
dari kepala dan tubuhku, ya, Mahiro sudah menjadi potongan tubuh bersimbah
darah, aku mengerang kesakitan, aku kira aku telah mati, aku masih hidup.
Sosok
maut yang berdebat denganku muncul kembali, ia menatapku dengan kesal.
“Sudah
kubilang, kan?” ia berujar lagi dengan suaranya yang mistis ”Kau masih hidup,
kau terlalu sombong, Mahiro, kau manusia sombong yang pernah kutemui”
“Arrgh,
bagaimana bisa?” aku bertanya dan mengerang menahan sakit yang sangat menyiksa,
sama menyiksanya seperti kehidupan yang telah kulewati.
“Tuhan
masih menginginkanmu hidup, berjuang lagi dengan Yoshino, bukan berjuang
sendiri untuk mengakhiri hidupmu dengan hina seperti ini”
“Mahiro!”
sebuah teriakan yang begitu aku kenal tertangkap oleh telingaku yang hampir
hancur karena kepalaku yang membentur, Yoshino, itu pasti Yoshino.
Seketika
sosok maut yang mengerikan dan membuatku merinding kembali menghilang seperti
asap, saat itu juga aku hanya mampu mendengar sayup-sayup suara sirene dan seruan
Yoshino yang menyebut namaku, pandangaku kabur dan seketika gelap.
#
# #
“Kau tak berhasil menyandera waktu,
Mahiro”
Lelaki yang memiliki bola mata hijau
itu kini berada di depanku, aku hanya bisa tersenyum meringis.
“Dan tak mungkin kau bisa menyandera
waktu”
Yoshino menyodorkan segelas air
putih padaku.
“Aku masih tak percaya aku bisa
hidup” aku menimpali ucapan Yoshino.
“Dan aku tak percaya kau bisa
berbicara dengan maut” Yoshino mengambil gelas yang telah kuminum airnya.
“Padahal aku sudah berjuang untuk
mati, tapi ia mengagalkan semuanya”
“Mahiro, sungguh rugi kau berjuang
demi kematian, berjuang hal yang sungguh dibenci oleh Tuhan” Yoshino menimpali.
“Dan Tuhan memberikanku skenario baru
setelah aku terjun dari ketinggian lantai enam puluh gedung itu, dalam
skenari-Nya aku harus kembali berjuang bersamamu untuk hidup”.
Yoshino menjabat tanganku “Selamat
kau telah memiliki skenario baru bersamaku” ia tersenyum, seolah kehidupannya
juga menyambutku.
Suasana rumah sakit begitu hening saat ini, satu bulan setelah aksi perjuangan bodohku untuk mati keadaan normal kembali, aku tak bisa membenci Yoshino karena Aika.
Aku sadar, waktu tak bisa kusandera
untuk membujuk Tuhan agar mengubah skenario hidupku, sungguh, akulah yang harus
menjadi tokoh yang lebih baik dalam skenario itu.[]
The best betting sites in Kenya 2021 - Top betting sites and sites for
BalasHapusRead about 1xbet korean the best online bookies for sports, poker, live 바카라 dealer and หารายได้เสริม football betting. Find the top sites to bet on.