Oleh
: Nadia Rahmatul Ummah
Dalam
dunia pendidikan mendapatkan sebuah pelajaran itu tak hanya lewat buku-buku
ilmiah, jurnal dan diktat yang menurut sebagian orang menjenuhkan, ada kalanya
seorang pelajar atau mahasiswa termasuk para pendidik serta pengajar
mempelajari teori dari fiksi termasuk novel dan film. Hal ini tentu saja
membuat belajar semakin fresh, tak
senang bagaimana jika tugas kuliah sesekali menonton sebuah film dan membuat
resensi dari film tersebut, menonton film lebih cepat dicerna daripada mendengarkan
dosen dan baca buku, karena semua unsur sugesti masuk ke dalam pikiran dan
emosi kita melalui audio visual.
Para
sineas dalam menciptakan sebuah film tentu saja musti menyisipkan pelajaran dan
amanat, namun tak semua film memiliki nilai dan porsi sama dalam hal kualitas. Sebuah
film bisa memiliki rating yang tinggi namun pelajaran yang terkandung di
dalamnya belum tentu bernilai sama tinggi. Berbicara tentang rating dan nilai
sebuah film tentu saja berpengaruh pada kehidupan si penonton, baik dalam gaya
hidup, pola pikir, serta dalam belajar.
Three Idiots,
ketika mendengar judul film ini terlintas dalam pikiran saya bahwa film yang
akan saya tonton ini adalah film komedi, ya, sedikitnya saya tertarik dengan
film komedi, tapi saat mendengar film ini adalah film India, saya merasa malas menontonnya,
tahu sendiri film India itu pasti banyak nyanyi-nyanyi dan joget-joget, awalnya
saya mengira film ini tak menarik buat seorang yang sudah terbiasa nonton film
dan drama Korea, selama beberapa dekade ini film dan drama Korea jauh lebih
banyak penggemarnya terutama remaja dan dewasa bahkan anak-anak pun tak
ketinggalan menyukai drama Korea.
Namun
ada beberapa hal yang membuat film ini berbeda dari film India lainnya, tak
hanya menceritakan sebuah kisah percintaan, tapi film ini menyentil dunia
pendidikan dan sedikitnya dunia ekonomi, film ini memiliki sarat nilai yang
tinggi. Film ini wajib ditonton oleh akademisi, pelajar, dan mahasiswa maupun
praktisi di dunia, terutama di Indonesia. Tak usah jauh-jauh kita menilai
sebuah sistem cukup negara kita sendiri saja, di Indonesia ini yang paling
disoroti adalah sistem pendidikan dan sistem ekonominya.
“Kami
semua kuliah hanya untuk mendapatkan ijazah. Tanpa ijazah kami tidak akan bisa
bekerja. Tanpa bekerja, tak akan ada seorang ayah pun yang mau menikahkan
anaknya, Bank tidak akan memberikan kredit, dunia tidak akan memandang kami ….”
Begitulah tokoh Farhan Qureshi (R. Madhavan) memaparkan ceritanya, tak miriskah
kita mendengar perkataan seperti itu? Seakan ijazah adalah Tuhan di dunia ini.