Oleh
: Nadia Rahmatul Ummah
Teng
…!
Denting
jam salendro terdengar nyaring, waktu sudah menunjukkan pukul setengah sebelas
malam. Suaranya berpadu dengan irama air keran di kamar mandi, sudah menjadi
kebiasaan, salah seorang penghuni mandi pada pukul setengah sebelas malam.
Tak
jauh dari kamar mandi, di sebuah kamar tidur berisik suara radio yang diputar,
tampak seorang gadis dengan rambut ikalnya yang tergerai sedang menantang
monitor di depannya, jemarinya aktif menyentuh tuts keyboard. Matanya dibantu dengan sepasang kacamata minus.
“Aissh,
hampir saja aku lupa” ia mengumpat dengan berbisik, mungkin ia salah ngetik
atau lupa dengan ide yang sedang ia
kerjakan.
Tangannya
kini meraih secangkir kopi yang sudah tak lagi mengepulkan asap panasnya,
menyeruputnya tanpa memalingkan perhatian dari layar monitor. Kamar yang
sedikit temaram membuat suasana kamar terasa dingin, ukuran kamar yang cukup
luas buat satu orang. Ya, rumah itu luas, memiliki ruang santai, dapur, dua kamar
mandi, dan tiga kamar tidur dengan penghuni tiga orang gadis.
Di
antara mereka ada seorang gadis yang selalu penasaran dengan pukul sebelas
malam, ia ingin sekali mengetahui kebenaran tentang pukul sebelas malam, maka
setiap setengah jam sebelum pukul jam salendro membunyikan tanda pukul sebelas
malam ia berusaha berpikir keras agar ia bisa memecahkan rasa penasarannya.
Hampir setiap hari.
Malam
itu si gadis yang penasaran dengan pukul sebelas malam mondar-mandir di ruang
keluarga.
“Dis,
lu kenapa mondar-mandir kayak gitu?”
Seorang
gadis lainnya yang baru saja keluar dari kamar mandi keheranan melihat temannya
mondar-mandir seperti sedang menunggu sesuatu dan sedang berfikir keras.
“Hmm?”
Si
gadis yang merasa ditanya menanggapinya dengan gumaman kecil.
“Gak
kenapa-kenapa kok Mel, aku lagi mikirin tugas aja”
Si
gadis berbohong.
#
# #
Namanya
Gladis, si gadis yang penasaran dengan pukul sebelas malam. Selain Gladis, di
rumah kontrakan itu tinggal dua orang gadis lainnya, Meli si tukang mandi di
malam hari, dan Desi si tukang begadang berkacamata.
Ya,
pukul sebelas malam, selalu sukses membuat gadis itu penasaran, sukses membuat
gadis itu tak kunjung tidur karena memikirkan cara keluar rumah, ia selalu
berpikir keras bagaimana caranya ia dapat melewati petugas keamanan di gerbang
rumah kontrakan besar mereka, petugas keamanan yang sengaja disewa oleh pemilik
rumah agar aman.
#
# #
“Sudah ibu bilang gak baik anak
gadis keluar pukul sebelas malam”
Pemilik rumah kontrakan itu
menegaskan kembali setiap si gadis meminta izin untuk keluar pukul sebelas
malam dengan alasan menherjakan tugas di kosan teman. Rupanya si wanita paruh
baya pemilik kontrakan itu sudah mencium gelagat tidak beres pada si Gladis,
pasalnya ini permintaan kesekian dengan alasan bermacam-macam.
“Bu, kali ini saja, tugasnya harus
dikumpulkan besok”
Gladis memasang wajah memelas. Ia
memanfaatkan suasana sore yang tenang untuk berbincang dengan pemilik rumah
sekaligus meminta izin untuk keluar rumah pada pukul sebelas malam.
“Hmm”
Si pemilik kontrakan hanya bergumam.
“Ya, sudah, kali ini saja ibu
izinkan kamu keluar lebih dari pukul sebelas malam”
Senyum Gladis tersungging, ia sudah
berniat keluar rumah pukul setengah sebelas malam, berkeliling untuk mengobati
rasa penasarannya. Ia akan mengajak Desi dan Meli untuk menunjukkan betapa
menyenangkannya di luar rumah sekitar
pukul setengah sebelas malam lebih.
#
# #
“Selamat datang”
Suara lembut pelayan restoran
bergigi kelinci itu menyambut Gladis, Meli, dan Desi. Malam itu juga pukul
sebelas malam mereka mengunjungi café yang sudah lama ingin mereka kunjungi di
malam hari.