Sabtu, Juni 16, 2012

BERLARI
















Karya Nadia Rahmatul Ummah

Berlari,
Berlari,
Berlari,
Bersama bayu yang ikut menelisik lembut wajah riang.

Terus berlari,
Mencari diri yang tercipta dalam elemen jagad raya,
Terus berlari,
Melewati  kering, melewati hampa, melewati semua penghancur asa.

Bukan hanya kau,
Ada yang lain yang ikut berlari,
Mereka berlari,
Berlari juga,
Entah apa yang dia kejar.

Mereka hanya tertawa"Ayo, lari.."
"lari..."

Depok, 16 Juni 2012


PAGI BERMANJA

 
Karya: Nadia Rahmatul Ummah
Pagi menyambut senyum mesra sang mentari
Hingga terbias cahaya menelisik daun-daun hijau yang bergoyang
menyelaraskan mesranya dengan kuncup-kuncup bunga yang baru saja merekah.

Pagi bermanja
Bersama kicauan burung yang bersenandung riang
Wajah mentari merona, malu.

Embun menunduk sambil pergi meninggalkan pagi dan mentari
Memberi kesempatan pagi dan mentari bersua.

Pagi merajuk
Membuat mentari semakin merekah senyumnya.

Depok, 16 Juni 2012



PENGANTAR TIDUR MALAM


Oleh: Nadia Rahmatul Ummah
 
“Tuk... tuk... tuk...”
Suara pena beralun
Mengikuti detakan jantung
Menghanyutkan pikiran menelusuri lembar demi lembar kehidupan

“Tik... tik... tik...”
Detak jarum jam di dinding asrama
Mengisi nada kesunyian malam

Aku masih mengikuti lantunan malam
Dengan lembar kehidupan

“Sst... sst... sst...”
“Cas... cis... cus...”
“Ssh... ssh... ssh...”
Desas-desus penghuni asrama
Mengisi keheningan malam
Menyempurnakan dendangan malam
Menjadi pengantar tidur di asrama malam ini.

KAMI BUKAN SARJANA PENGANGGURAN

Oleh: Nadia Rahmatul Ummah
“Waduh...waduh... sarjana kok pengangguran”
“Ngapain kuliah? Sarjana juga belum tentu dapat pekerjaan”
Mungkin kalimat tadi sering terlontar dari sebagian masyarakat kita yang menilai dan melihat para sarjana atau lulusan perguruan tinggi yang menganggur dan belum mempunyai pekerjaan, apalagi jika para lulusan perguruan tinggi itu menganggur selama berbulan-bulan.
Pantaskah seorang sarjana dan lulusan perguruan tinggi mendapat pernyataan seperti tadi?.
Tentu saja hal ini menjadi masalah bagi mereka yang sudah lulus kuliah, bahkan membuat cemas orang-orang yang sedang duduk di bangku kuliah, mereka akan bertanya-tanya, “apakah saya bisa mendapatkan pekerjaan setelah saya lulus?”. Demikian juga bagi para pelajar yang sebentar lagi akan masuk perguruan tinggi, mereka mengatasi kecemasan mereka dengan memilih beberapa perguruan tinggi yang mereka nilai dapat menyalurkan mereka ke tempat-tempat kerja nantinya.
Sekarang siapa saja bisa masuk perguruan tinggi dengan beasiswa bagi yang berprestasi, kuliah dengan bantuan pemerintah karena tidak mampu, sedangkan pada zaman dahulu jarang sekali orang bisa kuliah karena kondisi ekonomi yang tidak memungkinkan ia bisa masuk perkuliahan yang terhitung mahal biayanya. Namun, sayangnya hal ini tidak diimbangi dengan komitmen pemerintah untuk menyediakan lapangan pekerjaan.

ANTI VIRUS EKONOMI INDONESIA


Oleh : Nadia Rahmatul Ummah

Indonesia, apakah masih bersarang virus-virus itu dalam tubuhmu?
Apa yang diharapkan bangsa ini bagi Indonesia? Sebagai bangsa Indonesia tentu saja menginginkan Indonesia ini tanpa pengangguran, tidak ada anak-anak kecil yang terlantar karena tidak punya sepeser uang untuk menggapai cita-cita mereka yang tinggi, dan tidak ada lagi para tunawisma di jalanan. Potret Indonesia sampai saat ini, topik dan permasalahannya tak pernah hapus dari tahun ke tahun, pengangguran dan kemiskinan.
Memasuki tahun 2011 pengangguran terbuka ada pada angka 9,25 juta yang turun 1,5 persen sebelumnya. Meski begitu masih kurang terasa tingkat penurunannya, begitu juga dengan kemiskinan, pada tahun 2009  jumlah jiwa penduduk miskin sekitar 32,53 juta dan pada tahun 2010 sebanyak 31,02 juta jiwa.
Inilah virus yang dari dulu sulit dihapus dari Indonesia, pengangguran dan kemiskinan.
Ekonomi Islam sebagai Solusi
Dengan sistem ekonomi yang tepat Indonesia akan terbebas dari virus pengangguran dan kemiskinan, solusi yang paling tepat jika Indonesia mengenal dan mengaplikasikan sistem ekonomi islam yang dilandasi oleh ajaran-ajaran Islam yang bersumber dari al-Quran dan as-Sunnah, beberapa prinsip ekonomi Islam mungkin akan menghindari adanya kecurangan dalam berbisnis, sehingga nantinya tidak ada lagi kecurangan jual beli yang sering terjadi di Indonesia. Bagaimana prinsip ekonomi Islam itu?
Dalam prinsip ekonomi Islam pemilik mutlak dari semua jenis sumber daya adalah Allah. Berbagai jenis sumber daya yang dimiliki adalah titipan dari Tuhan kepada manusia sebagai pemimpin-Nya. Manusia harus memanfaatkannya seefisien mungkin dan seoptimal mungkin dalam berproduksi guna memenuhi kesejahteraan bersama. Kepemilikan oleh individu bersifat relatif sebatas untuk melaksanakan amanah mengelola dan memanfaatkan sesuai dengan ketentuan-Nya.

ASYIKNYA DUNIA DAKWAH DENGAN KATA


Oleh: Nadia Rahmatul Ummah
Inginku Menjadi Seorang Penulis
Sebuah keadaan yang memotivasiku masuk FLP, ingin menyampaikan dengan rangkaian kata berita, cerita dan opini yang tak sempat terdengar oleh orang-orang. Maka dengan keadaan itu aku ingin menjadi seorang perangkai kata yang biasa disebut dengan penulis.
Tak dapat dicegah keinginanku untuk menjadi seorang penulis. Kata orang hobiku ini tak akan menghasilkan apa-apa. Orang bilang hidup ini akan madesu jika menjadi seorang penulis, taapi tak mudah tergoyahkan asaku untuk berkecimpung di dunia kepenulisan.
Aku bilang “NO”, tidak, dengan menulis masa depan kita akan cerah karena ada banyak ilmu yang didapat dari menulis serta modal menulis yaitu membaca. Dengan ilmu kita bisa mendapatkan penghasilan, contohnya saja JK. Rowling, penulis cerita Harry Potter yang sangat kaya setelah menulis buku Harry Potter.
Menjadi seorang penulis? Tentu saja itu hal yang paling menarik bagiku, hal yang paling penting bagiku. Pertama kali aku tertarik dengan dunia ini waktu aku masih kelas 5 SD setelah membaca kumpulan cerpennya Afifah Afra Amatulloh, waktu itu aku berpikir seandainya aku jadi penulis seperti dia aku bisa menciptakan duniaku yang baru, dunia anak yang penuh keceriaan. Seiring waktu berjalan hingga aku mengerti bahwa dengan menulis aku tahu betapa berharganya ilmu yang kita punya untuk orang lain. Dari menulis setidaknya kita bisa menularkan sedikit yang kita tahu pada orang-orang terdekat. Dan dari menulis kita tahu siapa diri kita. Dan dengan menulis kita bisa sehat, karena dengan menulis kita bisa meluapkan emosi kita tanpa harus marah tak karuan atau sedih yang berlarut-larut.

DUNIA, AKU UNIK!

 

Oleh : Nadia Rahmatul Ummah
Jika semua orang di dunia ini percaya dengan sesuatu yang ada dalam pikirannya, pikiran yang akan mensugesti dirinya sendiri, apa yang ia pikirkan akan menjadi kenyataan,  ini bukan magis tapi kekuatan pikiran dan keajaiban kata-kata. Ya, jika orang lain percaya dengan itu maka tak akan ada orang yang berani berkata negatif , ia akan berkata “aku bisa”, “aku pintar” dan”aku unik”.
Setiap orang mempunyai potensi. Potensi itu merupakan anugerah dari Allah SWT, Dia memberikan kita potensi agar kita memanfa’atkan potensi itu dengan baik, potensi merupakan kemampuan kita melakukan sesuatu yang membuat kita berbeda atau lebih unggul dari yang lain hadir dari diri masing-masing, potensi itu bisa lahir dari kesenangan atau lahir dari kebiasaan.
Aku unik !
Ternyata benar pernyataan bahwa potensi itu mahal, tak dapat dibeli, aku percaya itu karena aku telah menemukan siapa diriku dengan mengetahui potensi yang aku miliki.Ini bukan narsis tapi percaya diri, bahwa aku ini berbeda dari orang lain, karena aku mempunyai potensi tersendiri yang aku anggap unik, kata orang-orang juga begitu. Percaya tidak percaya aku mempunyai potensi menjadi chef atau koki, seorang waiters, menjadi  penulis, aku juga punya potensi menjadi  komikus dan designer, yaitu karena aku suka menggambar dan melukis.
Oleh karena itu aku berani mengatakan, aku unik!
Allah menciptakan kita lengkap dengan potensi kita masing-masing, membuat kita sangat dibutuhkan oleh siapa pun yang membutuhkan kemampuan kita, wah, bermanfa’at, bukan?. Karena potensiku ini aku begitu mudah mengerjakan hal-hal yang  berhubungan dengan memasak, menulis, menggambar baik itu kegiatan di sekolah, oganisasi atau forum lainnya.
Potensiku ini ada yang lahir dari kebiasaan, kesenangan, dan lahir dari orangtua maksudnya keturunan.

TANAH MERAH

 
Berkatalah sebatang pohon kepada seorang manusia
"Akarku menghujam dalam ke tanah yang merah, dan aku akan memberimu buah-buahku"
Manusia itu menjawab,
"Betapa miripnya kita, akarku juga menghujam dalam ke tanah yang merah,
dan tanah yang merah itu mengajariku untuk menerima pemberianmu
dengan rasa terima kasih".
(KAHLIL GIBRAN)

TENTANG YANG TERISOLASI

 
Detik yang tak berdetak
Menghentikan masa yang hampir sunyi
Menciptakan keheningan di atas deru nafas yang mendesah dalam ruang terisolasi....

-Tentang Yang Terisolasi-By:Nadia Rahmatul Ummah
Ruang Makna. Mei 2012

BOCAH KECIL UNTUK PALESTINA


Oleh: Nadia Rahmatul Ummah                          

Senja Jingga di sudut langit Palestina
Merona memberi warna pada awan yang berdebu
Menciptakan udara yang bau tanah bercampur amis darah
Bocah kecil dengan jemari menggenggam batu-batu

Sepasang matanya menceritakan kepadaku
Tentang mimpi-mimpi indahnya yang berubah menjadi batu-batu dan darah yang mengering
Serta bom-bom yang menggetarkan Al-Quds

Sepasang matanya juga menceritakan kepadaku
Tentang tangisan bayi-bayi merah yang ditinggal syahid ayahnya
Juga kaki-kaki kecil yang berlari menghindari cengkraman kasar para Zionis yang haus darah

Masih dari sepasang matanya  yang bercerita kepadaku
Tentang suara desing peluru dan bau mesiu
Serta deru buldozer yang menghancurkan rumah-rumah menjadi puing reruntuhan

Umar namanya, pemilik sepasang mata yang bercerita kepadaku
Bocah kecil cerminan cerdik Yahya Ayyash
Pewaris keberanian para pejuang HAMMAS
Yang mengantarkan pemuda-pemuda Palestina pada bom-bom syahidnya

Berlari...
Umar kecil berlari
Menerjang debu-debu yang beterbangan
Memekikan takbir dan meneriakan INTIFADHAH
Batu-batu terlempar dari jemari kecilnya
Menghadang para Israel pemilik senapan canggih

Bocah kecil bernama Umar
Sepasang matanya lagi-lagi menceritakan kepadaku
Tentang kebengisan tentara Israel para penyembah salib
Yang merampas ibu dan adik-adik kecilnya di jalur Gaza
Tentang bom-bom syahid yang mengantarkan ayahnya ke Syurga

Senja jingga beranjak pergi meninggalkan langit yang sebentar lagi gelap
Suara adzan mendayu-dayu mengajak Umar Kecil bersujud dan berdoa
Sedangkan para Zionis Yahudi masih berisik mencari mangsa dengan senapan laras panjangnya

“DHUAR...!”
Peluru panas menembus dada bocah kecil pemilik sepasang mata yang selalu bercerita kepadaku
Bocah kecil untuk Palestina
Umar ...
Umar kecil pewaris Yahya Ayyash roboh bersimbah darah
Tak akan kulihat lagi sepasang matanya yang bercerita
Namun akan ku rasakan keberanian Umar-Umar lainnya nanti.

13 Mei 2012
Ruang Makna


ENTAHLAH, MASIH ADA DARAH YANG BERSIMBAH

 
Oleh: Nadia Rahmatul Ummah
Detik ini terasa begitu mencekam
Menerkam malam yang membias ketakutan
Hingga pagi menjelang masih menyisakan asa yang tiap hari terkubur.

Oleh: Nadia Rahmatul Ummah
Aku masih disini
Di negeri yang hilang kedamaian
Karena diam tak dapat menciptakan ambisi
Karena berlari tak membuahkan harapan.

Bau mesiu menusuk hidung
Mengusik mimpi yang baru saja tergenggam
Suara dentuman bom memecah sunyi yang bersejuk
Mencipta jiwa yang bergetar menahan duka dan amarah.

Aku pemuda
Yang kata orang penggerak roda perubahan

Tersenyum menatap mushaf yang tadi baru saja kubaca
Entah apa yang akan terjadi esok hari
Akankah dentuman bom dan bau mesiu membaui alam?

Ah entahlah...
Apa aku akan terus begini sampai ajal menjemput
Masih ada darah yang bersimbah di tanah palestina ini...

MAHLUK ANEH ITU


 
Oleh: Nadia Rahmatul Ummah 
Kau hadir tanpa diundang. Kau datang tanpa penberitahuan
Kau sungguh keterlaluan.Tak sopan kau berbuat begitu
Karena di bumi ini harus ada sopan santun.

Kau dari mana, mahluk aneh? Apa kau dari planet nun jauh di sana?
Apa kau terdampar setelah kendaraanmu mendarat di bumi ini?
Kenapa kau membisu?.

Sungguh aneh
Kau datang dengan mengetuk pintu kalbu. Tergesa kau masuk ke dalamnya saat pintu itu terbuka
Sang tuan rumah tak kau hiraukan. Hei, kau mahluk aneh, tuan rumah sedang terbaring lemas.

Aku tak tahu persis bagaimana wujudmu
Kau begitu cepat menjelma
Menjadi hembusan angin yang menerpa pori kulit
Lalu berubah menjadi aliran elektro yang mengisi urat nadi
Kemudian kau menjelma degupan kencang di dada
Setelah itu kau terus berdiam diri di hati, pikiran dan asaku.

Begitu hebat peranmu
Pantas kau jadi aktor terhebat
Kau sengaja, ya, buatku begini?
Merasakan keanehan yang melenakan

Orang bilang kau penuh pesona, rasa dan warna
Ada yang bilang kau menyenangkan
Dia berkata sambil tersenyum dengan pipi merona
Ada juga yang bilang kau menyakitkan
Dia berkata sambil menangis mengurut dada

Tetanggaku bilang kau rasanya manis
Jika aku bisa berdamai denganmu
Dia juga bilang kau rasanya akan pahit
Terkadang membuat perih
Jika tak bisa menjagamu
Tanpa kau bumi tak akan kenal kedamaian

Kali ini aku yang kedatangan kau
Keanehan pesonamu begitu terasa

Penyair bilang kau bernama cinta
Benarkah itu kau?
Hmm... tak asing di telingaku sebenarnya
Ternyata mahluk aneh itu kau, cinta!

AKU DAN CALON PENULIS HEBAT

Oleh: Nadia Rahmatul Ummah
               “Taufan!”
           Teriakan seseorang mengagetkan aku yang sedang terkantuk-kantuk hampir terlelap. Di depanku seorang wanita berpakaian rapi dan berkacamata minus telah berdiri dengan ekspresi yang mengerikan di tangannya tergenggam penggaris kayu yang besar.
           “Berapa jumlah takaran bahan pembuatan cake yang tadi saya sebutkan di depan?” kini tangannya yang memegang penggaris mengarah ke meja guru.
           Aku berpikir, berapa? Aku tidak memperhatikannya sama sekali karena sibuk dengan cerita yang ditulis, ah, andai saja aku tadi memperhatikan wanita yang sering dipanggil Ibu Lia itu, mungkin aku bisa menjawab dan membantu Taufan.
           “ 250 gr telur, 250 tepung terigu, 250 gr gula pasir…” jawab Taufan dengan mimik terpaksa, wajahnya yang terlihat mengantuk malah terlihat semakin tak karuan.
           “ Salah!”  wanita itu kini berkata agak keras sambil memukulkan penggaris kayu ke atas meja, membuatku hampir terlempar dari genggaman tangan Taufan, pemuda bertubuh kurus.
           Taufan malah nyengir, aku meringis. Kenapa aku punya teman seperti ini?, tak memperhatikan guru, pakaian seragamnya yang kadang menyalahi aturan, hari ini saja ia memakai seragam putih abu padahal hari ini ia harus memakai seragam cook, seragam yang harus dipakai saat jam pelajaran produktif karena Taufan sekolah di SMK Pariwisata dan mengambil jurusan Restorant.
           “Lihat catatan kamu!”   guru pelajaran  pengetahuan menu itu menarik buku di dekatku. Sesaat kemudian matanya terbelalak.
           “Ma’af, bu, aku gak nulis resep yang tadi ibu jelaskan, karena…” Taufan terlihat takut menghadapi guru ini.
           “Taufan, sekarang bukan jam pelajaran bahasa Indonesia, kalau mau nulis seperti ini jangan di jam pelajaran saya!” Bu Lia menaruh buku yang dipegangnya tadi dengan agak kasar, ia marah.
           “Aww..” rintih teman dekatku itu.
           “Sabar, ya!”
           “Kenapa aku yang jadi sasaran?”
           “Sudahlah, namanya juga manusia” hiburku.
           “ Nanti kamu temui saya di kantor sepulang sekolah” Bu Lia berkata sambil berlalu dari hadapan kami dengan wajah kesalnya.
           “Baik,Bu!” sahut Taufan yang tertunduk karena malu diperhatikan oleh teman-temannya yang mungkin menanggapnya murid tak punya etika ketika sedang belajar.
           “Kalian jangan meniru kelakuan Taufan, itu tidak mencerminkan murid yang baik” kini Bu Lia berpesan kepada anak-anak yang lain.
           “ Huh, selalu saja begini”  keluh Taufan, ia kembali membuka buku catatannya dan meneruskan kegiatan yang sempat terhenti karena rasa kantuk dan teguran Bu Lia.
# # #

ENTAH KEMANA PERGINYA MIMPI


Oleh: Nadia Rahmatul Ummah
Entah kemana perginya mimpi . Tak kucium lagi harum nafasnya
Yang senantiasa menebarkan asa dan obsesi

Kini segalanya menjadi gelap. Sebab terangnya telah terbawa pergi oleh mimpi
Bahkan oksigen bagi kehidupan pun menipis. Membuat sesak di dada

Tak kudengar lagi seruan sang mimpi. Yang senantiasa membangkitkan jiwa petualang
Tak kusaksikan lagi tarian indah sang mimpi. Yang senantiasa menjadi obat penawar putus asa

Entah kemana perginya mimpi. Tak kurasa lagi hebat pesonanya
Yang akan menaklukan dunia

Mimpi itu pergi tanpa meninggalkan jejak. Detektif terhebat pun tak akan mampu memecahkannya
Duh... siapakah yang dapat menemukan mimpi-mimpi?
Yang hilang bersama anak bangsa

Setiap saat kegelisahan menyelinap Dalam ruang kehidupan
Mendesahkan kekecewaan
Sepanjang detik berlalu , Air mata tak kunjung kering
Membasahi bumi pertiwi
Khawatir bumi ini akan hancur. Tanpa mimpi dari anak-anak bangsa

Negeri ini kemanakah akan dibawa? Jurang kehancuran siap menerima
Satu langkah lagi mundur. Habislah sudah

Entah kemana perginya mimpi
Hilangnya menjelma keputusasaan. Memadamkan kobaran semangat
Pada jiwa anak bangsa yang tenggelam di telaga keruhnya kehidupan.

MENUNGGU


Oleh: Nadia Rahmatul Ummah
Waktu berdetik
Mendendangkan jantungku yang berdetak
Perlahan menyentak
Menutup pintu yang sempat diketuk
Aku terpuruk
Menanti detik yanng terpaut
Untuk menyatukan hati
Oleh jiwa yang tersaruk

MENGEJAR DEADLINE


Oleh : Nadia Rahmatul Ummah

            “Tuk…tuk…tuk…”
            Suara pena yang meloncat-loncat di atas meja karena diketukkan oleh pemiliknya terdengar mengalun merdu, iramanya mengikuti detakan jantung dan desahan nafas yang memburu dari jiwa-jiwa yang sedang mengembara.
            “Hm…”
            “Hhhh…”
            “Apa, ya?”
            Beberapa orang bergumam, bereaksi dengan pengembaraannya masing-masing, tak ada yang menanggapi. Semua sibuk mengembara, mencari sesuatu dalam laci-laci pikirannya.
            “Srek…srek…srek…”
            “Srak…srak...srak...”
            Suara lembaran buku yang dibolak-balik lembarannya melengkapi irama ketukan pena.
            “Tik…tik…tik…”
            Detakan jarum jam terdengar jelas mengalun ikut menghanyutkan suasana khusyu yang menciptakan hening. Waktu terus bergulir, tak ada sesuatu yang membuyarkan pengembaraan mereka. Pengembaraan beberapa orang jurnalis yang mendirikan redaksi majalah di sebuah sekolah kejuruan terakreditasi A.
            “Tok…tok..tok…”
            Terdengar ketukan dari balik pintu yang sengaja dikunci rapat. Tak ada yang bereaksi seakan mereka tak mendengarnya. Para pengembara itu terlalu khusyu dengan jejak-jejak di pikirannya masing-masing.
            “Tok…tok…tok…”
            “Assalamu’alaikum”
            Sekali lagi suara ketukan itu terdengar, kini diiringi dengan ucapan salam dari seorang laki-laki. Tapi, masih seperti tadi tak ada reaksi apa pun dari para pengembara pikiran.
Tampak di luar, di balik pintu masuk ruangan redaksi dua orang siswa laki-laki berpakaian seragam ala koki sedang berdiri meghadap pintu, seorang diantaranya memegang tray atau biasa disebut nampan di Indonesia, di atasnya empat mangkuk mie bakso dengan kuah yang masih mengepul, mengundang selera.
            “Ah, sudahlah mungkin tak ada orang” ujar seorang siswa yang membawa tray.
            “Eh, ada sepertinya. Lu liat aja dari sini” seorang lagi menyanggah sambil melongokkan kepalanya ke jendela ruangan jurnalistik yang tampak sepi.
            “Aduh… tanganku pegel, nich!” si Pembawa tray mengeluh, di wajahnya tersirat kepasrahan dan kelelahan.
            “Gaya amat, sich, lu. Taruh aja nampannya di sono!”  temannya nyengir mendengar keluhan si Pembawa tray, kepala dan pandangannya diarahkan ke meja di sudut lorong dekat ruang jurnalistik yang kadang disebut ruang redaksi. Ruangan redaksi majalah sekolah mereka memang sengaja disediakan di ujung koridor, lantai dua sekolah, tujuannya sich agar tidak terganggu dengan aktivitas para perusuh eh para pendukung dan pemandu sorak atau  cheerleader yang berisiknya minta ampun ketika jagoan basket mereka sedang beraksi memainkan si kulit bundar, hhh... kalo gak pakai penutup telinga mungkin gendang telinga akan pecah.
            “Yee, bukan gaya, tapi aku tuh mempraktekkan apa yang disampaikan sama guru tata hidang kita, pelayanan kita harus bagus, Mad” si Pembawa tray membela diri, mengeluarkan jurus andalannya, alasan dengan menggunakan ilmu pengetahuan.
            “Ah, gue males dengerin alasan lu yang nyangkutnya ke pelajaran terus” ujar laki-laki yang dipanggil Mad, nama lengkapnya Ahmad. Siswa bertubuh bongsor itu masih melongok ke jendela ruangan redaksi.
            “Kita kan anak kelas Resto, Mad, jangan malu-maluin kelas tercinta kita dengan perilaku dan pikiran kamu yang tidak mencitrakan seorang siswa kelas Restoran”
            “Ah, capek gue ngomong ama lu, Din” aura tak menyenangkan terpancar dari wajah Ahmad.
            “Aku malu lihat kamu ngintip ke jendela ruangan orang, kayak ngintipin apa, gitu. Mau matamu itu bintilan, ya?
            “Ya, Din, ada semua, tuh!” Ahmad tidak memperdulikan perkataan temannya, ia tak ingin menyulut pertengkaran kecil karena hal sepele seperti ini.
            “Ah, sempat-sempatnya kamu ngitung”
            “Gue mempraktekkan pelajaran matematika, kan hidup ini penuh dengan teori matematika” Ahmad tak mau kalah, ia tersenyum penuh kemenangan seakan ia telah menandingi daya intelektualitas temannya, Adin “Eh, baksonya mau dijual, gak?
            “Ya lah, buat nutupin modal” ujar Adin “Ketuk lagi pintunya, Mad!”
            “Gue gak puas kalo Cuma ngetuk berkali-kali kalo gak dibukain, sekalian aja gue gedor pintunya”
Adin terbelalak mendengar penuturan Raja Pencicip masakan di lab tata  boga itu.
            “Sadis benar, kamu. Pake etika, Mad!”
            “Itu caranya kalo mau untung” Ahmad bersiap mengetuk pintu tapi tangannya mengepal seperti mau menggedor pintu yang dikunci rapat itu.

ITUKAH SEBUAH IKATAN?


 
Oleh: Nadia Rahmatul Ummah
Itukah sebuah ikatan?
Tak ada kata
Tak ada sapaan

Itukah sebuah ikatan?
Tak peduli kita kemana
Tak peduli angin menyapa
Tak peduli segala asa

Itukah sebuah ikatan?
Manis dirasa sudah tiada
Tinggal hampa

Itukah sebuah ikatan?
Tak tahu harus mencari kemana
Tak tahu dunia yang penuh tipu daya

Ah...capek aku!
Mencarimu...
Yang telah pergi.

PUISI PERTAMA



Oleh: Nadia Rahmatul Ummah
Ini kali pertama aku menorehkan tinta hitam di atas kertas kumal
Mengurai kata, menyusun makna
Hingga aku bisa menulis sebuah larik
Yang kini telah menjadi sebait puisi

Kamu tahu? Ini bukan keahlianku
Aku hanya mampu mengotori kertas ini saja
Saat ini pun hanya kata-kata ini yang menodai kertas
Kuingin kata-kata ini tercantum di sini
Menyapa dirimu yang sedang tertunduk menghadap kertas tak berharga ini

Aku bangga dengan puisi ini
Puisi yang hanya membuat diriku merasa terbang
Menjelma elang atau burung kecil sekalipun

Aku senang
Karena ini puisi pertama, puisi karyaku

Dan kini aku mengurai kata-kata ini sambil memainkan jemariku diatas keyboard
Menari seperti sang dancer yang sedang memainkan perannya diatas stage
Aku pun begitu, aku sedang beraksi diatas panggung puisi

Aku bangga, ini puisi pertama
Kuharap kau yang kusayangi dapat membaca puisi ini

SI COOL BOY YANG HILANG



Oleh:   Nadia Rahmatul Ummah

Hari ini hari pertama aku kembali ke sekolah SMA Harapan Bangsa setelah merasakan rawat inap di rumah sakit, memang aku ini kurang memperhatikan kesehatan karena aku sibuk di theater sekolah dan OSIS. Lega rasanya menginjakkan kakiku di gerbang sekolah setelah berdesak-desakan ria di bis yang penumpangnya kebanyakan para pegawai pabrik dan pedagang yang akan berangkat ke tempat kerja mereka.
“Selamat pagi, Nayla?“
Aku menghentikan langkahku saat seseorang menyapaku, aku menoleh padanya, aduh gawat, senyuman mautnya ia berikan padaku, aku membalas senyumnya, jantungku berdebar dan aku senang ketika dia memberikan senyuman itu padaku, anugerah bagiku, hehehe….
“Pa… pagi, Alex“
Dengan cepat aku menjawabnya dan meneruskan langkahku menuju kelas, ada sesuatu yang harus kukerjakan dan sangat penting supaya…hmm, ternyata aku sudah sampai di depan kelasku, kelas 2 IPA1. Dengan wajah tetunduk menyembunyikan merahnya pipiku karena malu, aku duduk di bangku kesayanganku, tempat favorit di kelasku, tak kusadari  teman sebangku memperhatikan diriku yang sedang tertunduk dan yang membuat dirinya merasa penasaran apa yang sedang aku pikirkan sehingga aku tersenyum sendiri.
“La, ada apa dengan dirimu?” Pertanyaan Meli mengagetkanku yang masih mengatur suasana hati yang sedang campur aduk,  because I’m falling in love, emang udah dari dulu aku jatuh cinta kepada Alex, saat aku masih di bangku SMP. Alex is handsome, many girls like him.
“Are you fine?” Meli semakin penasaran.
“Yes, I’m fine“ jawabku singkat.
“I believe that, you look very happy, sesuatu pasti telah terjadi padamu” wow, Meli bisa menebak, apa yang terjadi padaku, aku tersenyum padanya.
“Hmm…you’re right, I met him at koridor, he greets to me“ aku bersemangat menceritakan peristiwa tadi kepada sahabatku, Meli.
“ He usually greets to you, doesn’t he?” Pernyataan Meli mengagetkanku, aduh kebongkar nich, I’m fall in love again.
“Are you fall in love again?”

KEPAKAN SAYAP

        Whuss... itu suara bayu yang berhembus menerpa dedaunan rimbun di pohon tempatku berteduh, suara itu menandakan ia sedang berkata-kata, kau tahu, apa yang dikatakan bayu pada daun-daun itu? Aku tadi mendengar sedikit bisikannya, bayu bilang aku adalah burung yang paling malang di dunia ini, katanya aku tak mampu mengepakkan sayapku dengan sempurna, hiks... menyedihkan.
Benarkah aku tak bisa mengepakkan sayapku dengan sempurna? Apakah aku tak bisa terbang sejauh burung camar? Dan apakah aku tak bisa terbang setinggi burung elang? Benarkah apa yang dikatakan angin pada daun-daun?. ( dikutip dari cerpen "Kepakan Sayap Andromeda" karya Nadia Rahmatul Ummah, juli 2011 )